Soal Wacana Presiden Dipilih MPR, Pakar Hukum: Jangan Sedikit-sedikit Masalah, Sistemnya Dirombak
Khairul menilai tidak tepat jika segala masalah dalam pemilihan presiden selalu harus diselesaikan dengan merombak konstitusi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana Pemilihan Presiden melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sempat menjadi polemik.
Menurut ahli hukum tata negara, Khairul Fahmi, usulan tersebut seolah memposisikan masyarakat salah dalam demokrasi.
Baca: Kata OJK, Sekuriti yang Gantung Diri di Pantri Seorang Pegawai Outsourcing
Khairul menilai tidak tepat jika segala masalah dalam pemilihan presiden selalu harus diselesaikan dengan merombak konstitusi.
"Mestinya kita jangan set back. Jangan sedikit-sedikit masalah kita rombak sistemnya. Cara berpikir yang enggak tepat itu. Cari masalahnya apa? lalu kita selesaikan," ujar Khairul kepada wartawan di bilangan Tanjung Duren Selatan, Jakarta Barat, Kamis (28/11/2019).
Menurut Khairul, salah satu permasalahan pemilu di Indonesia adalah praktik pelaksanaannya.
"Lalu sekarang (diusulkan) dikembalikan ke MPR, rakyat mau disalahkan? Apakah rakyat yang salah dalam pemilu?" tutur Khairul.
"Yang berperilaku koruptif dan main curang siapa? Itukan juga ada kontribusi elit politik. Mestinya kesalahan-kesalahan di level elite jangan ditumpahkan dengan merubah sistem kedaulatan rakyat," lanjut dia menegaskan.
Khairul mengatakan, Indonesia pernah menggunakan sistem pemilihan presiden lewat MPR di masa lalu.
Kemudian, sistem itu dirasakan gagal oleh masyarakat.
"Saat ini kita sudah memilih sistem pemilihan Presiden secara langsung. Hanya tinggal bagaimana kelemahan sistem langsung ini diperbaiki kelemahannya, " tambah Khairul.
Sebelumnya, pimpinan MPR melakukan safari politik ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rabu (27/11/2019).
Dalam kunjungan itu, menurut Ketua MPR Bambang Soesatyo, pihaknya banyak mendapat masukan terkait isu kebangsaan.
Salah satu isu mengenai wacana pemilihan presiden dan wakil presiden secara tidak langsung.