Soal Perpanjangan Izin FPI, M Qodari Sebut Tito Karnavian & Fachrul Razi Melihat Obyek yang Berbeda
Rencana Perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) menuai kontroversi dari banyak pihak.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Tiara Shelavie
Soal Perpanjangan Izin FPI, M Qodari Sebut Mendagri Tito Karnavian dan Menag Fachrul Razi Lihat Obyek yang Berbeda
TRIBUNNEWS.COM - Rencana Perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) menuai kontroversi dari banyak pihak.
Satu di antara yang berkomentar terkait perpanjangan izin FPI adalah Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari.
Tanggapan M Qodari disampaikan dalam acara Rosi yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube Kompas TV, Kamis (28/11/2019).
Soal perpanjangan FPI, M Qodari menyoroti tiga hal, pertama soal pengeluaran izin yang hanya bisa dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
"Pertama yang mengeluarkan izin ormas itu setahu saya mendagri ya bukan menteri agama jadi memang finalnya ada di Mendagri, itu pertama," ujar M Qodari.
Kedua, soal peran rekomendasi dari menteri agama dan pengaruh terhadap keputusan dari Mendagri.
"Yang kedua, saya tidak tahu seberapa jauh peran rekomendasi ini, wajib atau tidak dan apa pengaruhnya terhadap keputusan dari Mendagri," jelas M Qodari.
Yang ketiga, M Qodari menilai ada perbedaan soal obyek antara Mendagri Tito Karnavian dan Menteri Agama Fachrul Razi.
"Yang ketiga, saya melihatnya memang ini sebetulnya bukan membicarakan barang yang sama," terang M Qodari.
Dalam rekomendasinya, Menteri Agama Fachrul Razi membicarakan mengenai ikrar kesetiaan FPI kepada NKRI.
"Kalau menteri agama membicarakan mengenai ikrar kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan surat itu juga sudah diterima oleh Mendagri," jelas M Qodari.
Tetapi yang dianalisa oleh Mendagri Tito Karnavian adalah soal AD/ART nya.
"Tetapi yang dianalisa oleh Mendagri, AD/ART, jadi barangkali Mendagri berharap atau meminta agar AD/ART ini direvisi agar betul-betul inline dengan ikrar tadi, kan kita mendengar waktu pak mendagri membacakan ada kata 'khilafah islamiyah' nah ini bagaimana relasinya dengan ikrar kepada NKRI," ungkap M Qodari.
Saat disinggung mengapa ada perbedaan tersebut, M Qodari menjelaskan bahwa memang dalam hal ini yang melihat persoalan secara komprehensif adalah Mendagri selaku pemberi izin.
"Buat saya yang melihat persoalan ini secara komprehensif adalah mendagri karena dia mengeluarkan perizinan," jelas M Qodari.
Soal Perpanjangan Izin FPI, Beda Pendapat antara Budiman Sudjatmiko dan Rocky Gerung
Rencana perpanjangan surat keterangan terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) menuai kontroversi dari banyak pihak.
Dalam acara Rosi yang kemudian diunggah oleh YouTube KompasTV, Kamis (28/11/2019), politisi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko dan pengamat politik Rocky Gerung terlibat perdebatan dalam menanggapi persoalan FPI.
Budiman Sudjatmiko menganggap jika SKT FPI diizinkan, maka dalam konstitusinya akan dapat membunuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Ya kalau AD/ART nya seperti yang dikatakan Pak Menteri, menurut saya bagaimana sebuah negara mengizinkan sebuah ormas atau organisasi yang dalam konstitusinya ia membunuh negara itu," ujar Budiman.
"Anda tidak bisa mendirikan di atas NKRI yang hidup," imbuhnya.
Bukan hanya ideologi Pancasila saja, melainkan orang yang mendukung Pancasila juga bisa dibunuh.
"Membunuh bisa secara fisik juga dalam kejadiannya, bukan sekedar cuma ide yang dibunuh, bukan cuma ide Pancasila yang dibunuh tapi orang yang mendukung pancasila itu juga bisa dibunuh," terang Budiman.
"ADRT-nya implisit mengatakan 'Bunuh NKRI di atas bangkainya dirikan khilafah,'" imbuhnya.
Budiman Sudjatmiko mengkhawatirkan poin yang ada dalam AD/ART dan eksistensi organisasi FPI dapat membahayakan NKRI.
Ia menilai jika publik tidak boleh meremehkan ide khilafah dari AD/ART FPI.
Karena dari ide-ide yang terkumpul bisa menjadi satu gerakan yang berbahaya bagi kesatuan NKRI.
Sementara itu, pengamat politik Rocky Gerung memberikan tanggapan berbeda
Rocky Gerung menilai tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari organisasi FPI.
Menurutnya, konsep khilafah itu bersifat debatable sampai saat ini.
"Ada orang yang memahami khilafah itu seolah-olah konsep yang final dan imperatif, padahal konsep khilafah sampai sekarang itu debatable," ujar Rocky Gerung.
"Jadi ngapain nakutin sesuatu yang debatable," tambahnya.
Rocky Gerung juga menyinggung pemahaman Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian soal khilafah.
"Jadi Pak Tito nggak ngerti juga bahwa khilafah itu on going ideas, yang pernah ada muncul bolak-balik, kan nggak final kan," terang Rocky.
Rosi lalu menyinggung poin yang sedang dibahas bukan hanya sekedar imajinasi.
Melainkan sebuah pemikiran yang lambat laun bisa jadi satu kekuatan yang nyata.
Lalu Rosi mempertanyakan kenapa pemikiran tersebut tidak membuat Rocky Gerung merasa khawatir.
Rocky justru membenarkan pernyataan Rosi soal kata 'lambat laun'.
"Itu, kata kuncinya betul, lambat laun akan sangat lambat, dan sangat laun," jelas Rocky.
Rocky Gerung menganggap negara salah dalam berpikir soal demokrasi.
"Kesalahan negara berpikirnya begini, dalam demokrasi semua boleh kecuali yang dilarang, sekarang negara balik semua dilarang kecuali saya izinkan itu negara otoriter yang begituan itu," jelas Rocky.
Rocky Gerung menilai seharusnya tidak ada aturan terkait perizinan dan membebaskan orang untuk berorganisasi.
"Mestinya nggak ada aturan itu (perijinan), ya sudah orang bikin sesuatu itu kebebasan dia berorganisasi," tutur Rocky.
Menurutnya tidak ada yang perlu ditakutkan dari FPI karena selagi organisasi bersifat terbuka itu dapat didebat.
"Apa yang perlu ditakutkan (FPI) kalau sesuatu itu terbuka, FPI mau ngomong apa kalau terbuka, orang bisa debat itu," jelasnya.
Rocky Gerung menegaskan siapapu bisa mendirikan organsasi dan tidak perlu dicemaskan, tidak perlu takut soal ide karena dapat menjadi bahan diskusi bersama.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)