Politisi PSI Guntur Romli Sebut Kata Khilafah dalam AD/ART FPI Bisa Menyebabkan Pembubaran FPI
Guntur Romli menyebut pasal 6 dalam isi AD/ART FPI, memiliki cita-cita Khilafah Islamiyah.
Penulis: Nuryanti
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli mengatakan, kata Khilafah dalam isi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) pasal 6 organisasi masyarakat (ormas) Front Pembela Islam (FPI) bisa menyebabkan pembubaran.
Diketahui, FPI mengajukan perpanjangan izin kepada Kementerian Agama (Kemenag) dan sudah mendapatkan rekomendasi.
Surat Rekomendasi perpanjangan izin tersebut masih diproses oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Guntur Romli menyebut pasal 6 dalam isi AD/ART FPI itu memiliki cita-cita Khilafah Islamiyah.
"Bukannya izin yang diperpanjang, tapi pasal itu bisa menyebabkan pembubaran FPI, karena memiliki cita-cita Khilafah Islamiyah," ujar Guntur Romli di Studio TV One, Selasa (3/12/2019), dikutip dari YouTube Indonesia Lawyers Club.
Politisi PSI ini menyampaikan, perpanjangan izin FPI bisa diberikan jika dalam pasal 6 AD/ART FPI itu bisa diubah.
Baca: Mahfud MD Singgung Syarat SKT AD/ART Tunduk pada Pancasila Belum Dipenuhi, FPI Tegaskan Sikap HRS
Baca: Diduga Melecehkan Agama, Front Pembela Islam Laporkan Gus Muwafiq
Tujuan dari isi AD/ART yang diubah tersebut, agar tidak ada lagi dugaan yang diarahkan kepada FPI untuk mendirikan negara sendiri, di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kecuali ingin diubah dengan Munas atau apapun namanya, mengubah AD/ART tersebut, agar tidak ada sangkaan ataupun tuduhan, bahwa kelompok ini inginkan ada negara di luar NKRI," jelas Romli.
"Ini hal yang sangat prinsip ketika kita bicara soal masalah ormas, karena ketika kita bicara soal ormas, kita tidak hanya menyangkut soal FPI, tapi soal ormas-ormas yang lain," lanjutnya.
Menurut Romli, AD/ART FPI tersebut bukan sekedar tulisan, namun soal pengakuan kepada dasar NKRI.
"Menurut saya bukan hanya sekedar tulisan, ini soal syahadat, soal pengakuan, bahwa kita menerima Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika," imbuhnya.
Ia juga menyebut, AD/ART itu menjadi dokumen penting, karena dianggap sebagai bukti kesepakatan menghormati pendiri bangsa Indonesia.
"Kemudian kita dalam kesepakatan, itulah yang menjadi bukti, maka dokumen tertulis itu sangat penting, ketika kita bicara soal kesetiaan, menghormati kesepakatan dari pendiri bangsa ini," ungkapnya.
Menurutnya, ormas Islam di Indonesia yang lain sebelumnya belum ada permasalahan seperti yang dihadapi FPI saat ini.
Ia berujar, alasannya karena ormas yang lain telah menerima konsep dasar dari Negara Indonesia.
"Sebenarnya ormas-ormas Islam nggak ada polemik di Indonesia, karena secara resmi ormas-ormas telah menerima konsep dasar di negara kita," imbuh Romli.
Politisi PSI ini kembali menegaskan, permasalahan perpanjangan izin FPI tersebut disebabkan karena ada pasal yang tak sesuai.
"Kenapa FPI sekarang masih menjadi polemik?, karena ada pasal-pasal yang menyebabkan polemik tersebut," jelasnya.
"Kalau ingin bercermin, bercerminlah kepada ormas-ormas yang sudah ada," lanjut Guntur Romli.
Sebelumnya, Kuasa Hukum FPI, Ali Abu Bakar Alatas membenarkan memang ada kata Khilafah dalam isi AD/ART FPI.
"Dalam AD/ART FPI memang ada kata-kata Khilafah, kita sudah sampaikan itu," kata Ali di Studio Gedung Menara Kompas, Senin (2/12/2019), dikutip dari YouTube Kompas TV.
Namun, ia membantah jika kata Khilafah tersebut ditujukan untuk satu kelompok dan satu pemikiran saja.
"Tapi yang salah dipahami, seolah-olah Khilafah ini hanya satu kelompok, hanya satu pemikiran," imbuhnya.
Ali mengatakan, untuk menyusun AD/ART tersebut, FPI perlu melakukan banyak kajian.
"Padahal dinamikanya banyak, kajiannya luar biasa banyak," lanjut Ali.
Ali menjelaskan bagaimana cerita awal dari kata Khilafah dalam AD/ART FPI itu.
"Asal mula kata itu sebenarnya dari keyakinan umat Islam, di penghujung zaman nanti akan datang yang namanya Imam Mahdi," ujar Ali.
"Kemudian untuk menyambut Imam Mahdi itu, kita berpikir apa yang bisa kita berikan, terus tidak bertentangan secara konstitusional, tidak bertentangan dengan realita yang ada," jelas Ali.
Ia kemudian menyatakan, Khilafah dalam AD/ART itu adalah versi dari FPI.
"Ada penjelasan dari Anggaran Rumah Tangga sebenarnya, penegakan Khilafah versi FPI itu bagaimana," katanya.
Menurutnya, FPI ingin mendorong negara-negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI).
Tujuan dari FPI itu untuk mendorong OKI memperkuat kerja samanya dalam bidang keuangan.
"Kita ini sebenarnya utamanya mendorong negara-negara OKI, kemudian memperkuat kerja samanya dalam bidang keuangan," jelas Ali.
Baca: Alasan Bareskrim Polri Tolak Laporan FPI soal Ceramah Gus Muwafiq yang Dituduh Menistakan Agama
Baca: Guntur Romli Sebut Izin Perpanjangan Bisa Menyebabkan FPI Dibubarkan: Kecuali Ingin Mengubah AD/ART
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan sebuah organisasi seperti FPI bisa tetap jalan, meskipun tanpa memiliki izin yang berlaku.
Refly Harun menyebut sebuah organisasi tetap bisa berjalan tanpa izin, jika ada sebuah eksistensi dalam organisasi tersebut.
"Kalau kita bicara tentang eksistensi sebuah organisasi, eksistensi organisasi itu tidak bergantung pada izin," ujar Refly Harun.
Sebagai Pakar Hukum Tata Negara, Refly menjelaskan dimana sebuah organisasi bisa mengurus izinnya.
"Kalau dia berbadan hukum, dia mendaftarnya di Kementerian Hukum dan HAM, kalau dia tidak berbadan hukum, dia mendaftarnya di Kementerian Dalam Negeri," jelas Refly.
Refly juga menjelaskan, jika sebuah organisasi tidak mempunyai Surat Keterangan Terdaftar (SKT), organisasi tersebut tetap bisa berjalan.
Dengan catatan, organisasi tersebut tidak melanggar peraturan hukum.
"Tapi kalau dia tidak ada SKT, dia tetap bisa jalan, yang penting adalah dia tidak melanggar hukum," jelas Refly.
Namun, ia mengatakan organisasi tersebut tidak akan mendapat bantuan dari pemerintah jika tidak mempunyai SKT.
"Kekurangannya, misalnya ada program bantuan dari pemerintah, dia tidak dapat," ujar Refly.
(Tribunnews.com/Nuryanti)