Wacana Penambahan Masa Jabatan Presiden Dinilai Merugikan Citra Jokowi
Pangi Syarwi Chaniago menilai wacana penambahan masa jabatan presiden melalui amandemen konstitusi merupakan ide yang ngawur dan merusak citra Jokowi
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis Poitik Pangi Syarwi Chaniago menilai wacana penambahan masa jabatan presiden melalui amandemen konstitusi merupakan ide yang ngawur dan merusak citra Presiden Jokowi.
Menurutnya, ide penambahan masa jabatan presiden tidak punya urgensi.
Kata Pangi, usulan tererbut adalah upaya cari muka dari pendukung di lingkaran Presiden Jokowi untuk mencari perhatian.
Namun di sisi lain ulah politisi cari perhatian atau "caper" ini telah menampar muka dan mempermalukan presiden Jokowi.
"Wajar Pak Jokowi sedikit meradang, karena Pak Jokowi paling dirugikan dengan mencuatnya wacana ini," kata Pangi melalui keterangannya, Rabu (4/12/2019).
Baca: Mobil Jokowi Terjebak Macet Akibat Perbaikan Trotoar di Kuningan, Ini Reaksi Anies Baswedan
Baca: Cerita Putri Tanjung, Staf Khusus Milenial Ikut Jokowi Blusukan Senang Banget dan Terharu
Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini, Jokowi tidak cukup hanya mengeluarkan pernyataan resmi, namun juga harus mengkonsolidasi kekuatan politik di bawah koalisi pemerintahan.
Jika tidak, kata Pangi, sikap presiden akan cenderung dianggap tidak konsisten dan menyimpan motif tertentu.
"Oleh karena itu, ide semacam ini harus segera di-diskualifikasi dari wacana dan perbincangan publik untuk masuk ke dalam amandemen konstitusi," ujarnya.
"Kalau ide-ide ngawur semacam ini diabiarkan bising di panggung publik, tidak menutup kemungkinan amandemen konstitusi akan berjalan liar dan tidak terkendali dan justru sangat berbahaya karena menyasar isu-isu sensitif lainnya," imbuhnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak setuju dengan adanya wacana masa jabatan presiden menjadi tiga periode hingga dipilih oleh MPR.
"Kalau ada yang usulan tiga (wacana), menurut saya, satu ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan saya," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Menurut Jokowi, sejak awal dirinya meminta amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dilakukan secara terbatas terkait Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), tetapi kenyataannya saat ini melebar kewacana lain.
"Sekarang kenyataanya begitu kan, presiden dipilih MPR, Presiden tiga periode. Jadi lebih baik, tidak usah amandemen," ujar Jokowi.
"Kita konsentrasi saja ke tekanan internal yang tidak mudah diselesaikan," sambung Jokowi.