Pengamat Berharap Pencopotan Dirut Garuda Bukan Skenario Memasukkan Orang-orang Berjasa di Pilpres
Apalagi PT Garuda Indonesia sendiri dinilai Ujang memiliki banyak masalah, seperti laporan keuangan yang dimanipulasi.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Ujang Komarudin menilai pencopotan Direktur Utama PT Garuda Indonesia karena terlibat penyelundupan onderdil Harley Davidson dan sepeda lipat Brompton sudah benar adanya.
Namun, ia mengimbau agar kasus pencopotan tersebut bukan jadi skenario untuk memasukkan orang atau pihak yang berjasa dalam Pilpres 2019 lalu ke BUMN.
"Pencopotan dan penggantian Dirut Garuda tersebut jangan sampai bagian dari skenario untuk memasukkan orang-orang yang berjasa di Pilpres masuk BUMN," ujar Ujang, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (7/12/2019).
Baca: Tak Hanya Dirut, Erick Thohir Duga Direksi Garuda yang Lain Terlibat Penyelundupan Harley Davidson
Baca: Komisi III DPR Minta Polisi Ikut Usut Penyelundupan Harley Davidson Dirut Garuda
Apalagi PT Garuda Indonesia sendiri dinilai Ujang memiliki banyak masalah, seperti laporan keuangan yang dimanipulasi.
Oleh karenanya, diperlukan sosok profesional yang mampu mengatasi masalah tersebut.
Dan bukannya sosok yang hanya dimasukkan karena berjasa membantu dalam Pilpres 2019 lalu.
"Jangan sampai kasus pencopotan Dirut Garuda itu menjadi kasus yang dicari-cari untuk menembak kesalahan sang Dirut. (Karena masalah-masalah yang menerpa) Untuk mengatasi persoalan Garuda harus dicari profesional yang mampu mengangkat Garuda dari ambang kehancuran menuju perbaikan," kata dia.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir memberhentikan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Ari Askhara akibat terlibat penyelundupan onderdil Harley Davidson dan sepeda lipat Brompton.
Barang ilegal tersebut ditemukan oleh Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan di pesawat milik Garuda Indonesia jenis Airbus A300-900.
"Saya akan memberhentikan saudara Direktur Utama Garuda dan tentu proses ini ada prosedurnya," ujarnya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/11/2019)
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan kasus penyelundupan onderdil Harley Davidson dan sepeda lipat Brompton ini merugikan negara hingga Rp1,5 miliar.
"Kerugian negara mulai dari Rp 532 juta hingga Rp 1,5 miliar," ujar Sri Mulyani.
Tanggapan Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai Menteri BUMN Erick Thohir telah bersikap tegas kejajaran direksi perusahaan pelat merah yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
Hal tersebut disampaikan Jokowi untuk menanggapi pemecatan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Ari Askhara oleh menteri BUMN.
"Menteri BUMN sudah tegas sekali, itu pesan untuk semuanya, jangan main-main," papar Jokowi di Tangerang Selatan, Banten, Jumat (6/12/2019).
Menurut Jokowi, langkah Erick ke direksi Garuda sebagai pesan ke seluruh pimpinan perusahaan BUMN agar tidak memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi.
Baca: Soal Ari Askhara, Ketua IKAGI Sebut Ada Keanehan Sejak Menjabat Dirut, Said Didu: Agak Diistimewakan
Baca: Soal Dicopotnya Dirut Garuda, Said Didu Sebut Masih Banyak Orang Seperti Ari Askhara di BUMN Lain
"Itu tegas sekali. Saya kira pesannya tegas sekali, jangan ada yang mengulang seperti itu lagi," papar Jokowi
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir memberhentikan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Ari Askhara akibat terlibat penyelundupan onderdil Harley Davidson dan sepeda lipat Brompton.
Barang ilegal tersebut ditemukan oleh Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan di pesawat milik Garuda Indonesia jenis Airbus A300-900.
"Saya akan memberhentikan saudara Direktur Utama Garuda dan tentu proses ini ada prosedurnya," ujarnya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/11/2019)
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan kasus penyelundupan onderdil Harley Davidson dan sepeda lipat Brompton ini merugikan negara hingga Rp1,5 miliar.
"Kerugian negara mulai dari Rp 532 juta hingga Rp 1,5 miliar," ujar Sri Mulyani.
Bisa dijerat
Tak hanya dugaan tindak pidana kepabeanan dan pajak, kasus penyelundupan yang menyeret Ari ini dapat masuk ke ranah tindak pidana korupsi.
Hal ini jika motor Harley dan sepeda yang diselundupkan Ari berasal dari pihak swasta atau pengusaha.
Apalagi jika pemberian tersebut berkaitan dengan jabatan Ari sebagai Dirut Garuda atau terkait dengan pengadaan di PT Garuda.
"Kalau (pemberian) terkait dengan jabatan si penyelenggara negara maka setidaknya itu bisa dikategorikan gratifikasi, kalau penerimaan itu diawali dengan aspek transaksional, misalnya diberikan untuk melakukan apa, maka bisa menjadi suap," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (6/12/2019).
Pesawat Airbus A330-900 Neo yang digunakan Ari untuk menyelundupkan motor dan sepeda mewah tersebut merupakan pesawat baru yang didatangkan dari pabrikan Airbus di Toulouse, Prancis ke Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Jakarta.
Febri menuturkan, dalam sejumlah perkara korupsi yang ditangani KPK, seringkali penyedia barang memberikan tiket atau hadiah lain baik dalam jumlah kecil maupun besar kepada penyelenggara negara.
Ditegaskan, penyelenggara negara seharusnya menolak setiap pemberian dari penyedia barang.
Namun, jika terpaksa menerima, penyelenggara negara wajib melaporkan hadiah tersebut maksimal 30 hari kerja sejak penerimaan.
"Wajib dilaporkan kalau ternyata pemberiannya dilakukan secara tidak langsung. Dikirim ke rumah atau lainnya," kata Febri.
KPK mengungkapkan kekecewaannya atas kasus penyelundupan yang melibatkan Ari Askhara. Apalagi, KPK telah menangani kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat yang menjerat mantan Dirut PT Garuda Emirsyah Satar.
Kasus yang terindikasi melibatkan uang suap senilai sekitar Rp100 miliar itu seharusnya menjadi pelajaran bagi manajemen perusaan maskapai pelat merah tersebut.
"Mestinya tidak terjadi lagi ya kalau pengendalian internal di Garuda Indonesia berjalan setelah penanganan perkara ini. Kami juga pada proses investigasi awal kan cukup dibantu manajemen Garuda pada saat itu, mestinya (kasus Emirsyah) ini jadi pembelajaran agar tidak ada lagi yang namanya fee apalagi rekayasa seolah-olah itu masuk pada rekening lain dan terjadi lagi baik di Garuda Indonesia atau BUMN lain," tegas Febri.