Keluarga Korban Kasus Pelanggaran HAM Berat Desak Tiga Hal ke Komnas HAM
Sejumlah keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu menyambangi Komnas HAM dan menemui salah satu komisionernya yakni Choirul Anam
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu menyambangi Komnas HAM dan menemui salah satu komisionernya yakni Choirul Anam, Senin (9/12/2019).
Mereka mendesak tiga hal kepada Komnas HAM dengan adanya hasil survei Litbang Kompas terkait respon masyarakat terhadap penanganan kasus HAM.
"Pertama, kami mendesak Komnas HAM segera menyikapi hasil survei Litbang Kompas dengan menjadikan hasil survei tersebut sebagai basis argumen kepada Presiden untuk mendorong penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara berkeadilan," ujar Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Dimas Bagus Arya yang mendampingi keluarga korban, di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).
Kedua, mereka mendesak agaklr Komnas HAM melaksanakan tugasnya dengan menuntaskan kasus pelanggaran HAM melalui jalan pro justicia. Hal itu sesuai mandat yang tertera dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Dimas mengatakan apabila Komnas HAM terkendala dengan adanya penolakan berkas penyelidikan oleh Kejaksaan Agung, maka Komnas HAM dapat meminta bantuan ketua pengadilan untuk memenuhi panggilan secara paksa.
Desakan ketiga adalah Komnas HAM diminta konsisten dengan agenda pengungkapan kebenaran. Pasalnya hal tersebut adalah hal yang melekat pada korban dan keluarga korban.
"Komnas HAM harus terus mengawal secara aktif agenda
pemerintah dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Sehingga tidak ada celah intervensi dari pihak manapun yang justru dapat berakibat pada langgengnya budaya impunitas," kata dia.
Sekedar informasi, dalam survei Litbang Kompas disebutkan 62,1 persen responden setuju dengan penanganan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui jalur pengadilan HAM ad hoc di dalam negeri.
Sedangkan 37,2 persen responden memilih jalur penyelesaian melalui pengadilan HAM internasional. Sehingga secara total 99,5 persen masyarakat menghendaki adanya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu melalui proses pengadilan.