Direktur Qnet Karyadi, Tersangka Penipuan Perusahaan Money Game Ditaguhkan Penahanannya
Kepolisian Resor Lumajang Jawa Timur menangguhkan penahanan tersangka kasus penipuan investasi Q-Net, yakni Mohammad Karyadi.
Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Kepolisian Resor Lumajang Jawa Timur menangguhkan penahanan tersangka kasus penipuan investasi Qnet, yakni Mohammad Karyadi.
"Dalam hal ini penyidik memenuhi permintaan tersangka untuk ditangguhkan penahannya karena beberapa alasan," ujar Kapolres Lumajang, AKBP Adewira Negara Siregar, dilansir dari KompasTV, Senin (9/12/2019).
Polisi beralasan tersangka yang merupakan direksi PT Amoeba Internasional ini, dipastikan tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
Namun, Adewira menegaskan bahwa penaguhan penahanan bukanlah pembebasan tahanan.
Investasi Qnet diketahui memakai modus bisnis Money Game dengan sistem Multi Level Marketing (MLM).
AKBP Adewira Negara Siregar menyatakan polisi akan profesional dalam menangani kasus ini.
Tim penyidik juga masih melengkapi berkas perkara yang dinilai kurang oleh pihak kejaksaan negeri setempat.
"Berkas perkara hasil penyidikan penaguhan tersebut saat ini dalam tahap pemenuhan P-19 dari kejaksaan," kata Adewira.
Sebelumnya, Tim Kobra Polres Lumajang mengungkap kasus penipuan dengan tersangka Karyadi, Direktur PT Amoeba Internasional.
Perusahaan ini berafiliasi dengan PT Qnet yang diduga melakukan praktek bisnis investasi dengan kedol Multi Level Marketing (MLM).
Belakangan ini penyidikan kasus ini banyak menerima intervensi dan tekanan dari pihak luar agar kasus ini dihentikan.
DUGAAN KERJA SAMA PT AMOEBA & Qnet
Kapolres Lumajang yang sebelumnya menjabat, AKBP Muhammad Arsal Sahban mengatakan skema bisnis piramida yang dijalankan PT Qnet, PT Amoeba Internasional, dan PT Wira Muda Mandiri penipuan investasi yang telah beroperasi 21 tahun di Indonesia.
Ketiga perusahaan itu saling berbagi peran dalam mengurus legalitas perusahaan dengan memanfaatkan celah hukum di Indonesia.
Awalnya, Qnet meminta verifikasi kepada Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) agar bisa menjadi anggota APLI.
Lalu, hasilnya dijadikan dasar mendaftarkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mendapatkan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL).
SIUPL ini merupakan surat izin khusus untuk perusahaan yang bergerak di bidang direct selling atau perusahaan berjenjang (MLM).
Tanpa adanya SIUPL maka usaha yang dijalankan ilegal.
Jika terjadi masalah pada perusahaan yang telah berafiliasi denga PR Qnet maka payung hukum milik PT Qnet lah yang akan digunakan sebagai tameng.
Oleh karena itu, hal itu membuat kasus penyidikan ini selalu terhambat dan menjadi buntu.
"Selalu buntu karena saat PT Amoeba Internasional di sidik oleh Kepolisian, maka yang diperlihatkan legalitasnya adalah milik PT QNII. PT Amoeba selalu mengatakan bahwa mereka adalah mitra usaha dari PT QNII, sehingga legalitas PT QNII lah yang dijadikan sebagai dasar legalitas PT Amoeba Internasional. Itu yang membuat mereka lolos dari beberapa laporannya sebelumnya," kata Arsal melansir dari Wartakota, Kamis (14/11/2019).
Kini Qnet sudah diberhentikan status keanggotaannya di APLI.
Bisnis skema piramida tersebut diduga melakukan praktek penipuan, sehingga membuat banyak orang merugi.
Selain itu, Qnet dalam operasionalnya telah mengedarkan alat kesehatan tanpa izin edar.
Qnet diketahui tidak memiliki hak distribusi eksklusif dari pemilik merk.
Tak hanya itu, dalam menjalankan pemasarannya Qnet tidak terdaftar di Kementerian Perdagangan.
Sebelum melepas jabatannya dari Kapolres Lumajang, Arsal dalam penyidikannya tersebut Tim Cobra berhasil meringkus 14 tersangka.
Ke-14 tersangka tersebut akan dipersangkakan dengan 5 Pasal antara lain:
1) Tindak Pidana Penipuan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara (KUHP).
2) Tindak Pidana melakukan perdagangan tanpa memiliki perizinan di bidang perdagangan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara (UU Perdagangan).
3) Tindak Pidana menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara (UU Perdagangan).
4) Tindak Pidana mengedarkan alat kesehatan tanpa izin edar dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara (UU Kesehatan).
5. Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu menyembunyikan dan menyamarkan asal usul uang/harta kekayaan yang seakan-akan diperoleh dari hasil yang legal.
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)