Tak Selaras dengan Pemberian Grasi, Soal Hukuman Mati Koruptor PKS Sebut Jokowi Keliru
Anggota Komisi III DPR fraksi PKS, Nasir Djamil menilai Presiden Jokowi keliru soal hukuman mati untuk koruptor. Nasir menyinggung grasi Annas Maamun.
Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Garudea Prabawati
Senada dengan Nasir, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyinggung pemberian grasi kepada Annas Maamun.
Menurutnya, grasi merupakan kebijakan yang justru memberikan ruang bagi para pelaku korupsi untuk mendapatkan akses terhadap kebebasan.
ICW menyarankan presiden mengambil langkah nyata memerangi korupsi, salah satunya menerbitkan perpu KPK.
Pada Selasa (27/11/2019) dilansir dari Tribunnews, diketahui Presiden Jokowi memberikan grasi terhadap terpidana korupsi Mantan Gubernur Riau Annas Maamun.
Hal itu berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 23/G Tahun 2019 tertanggal 25 Oktober 2019.
Alasan presiden selain berdasarkan pertimbangan MA dan Menko Polhukam Mahfud MD adalah karena rasa kemanusiaan.
Hal itu lantaran usia Annas Maamun sudah cukup uzur dan sakit-sakitan.
Grasi kepada Mantan Gubernur Riau Annas Maamun diberikan pengurangan pidana penjara selama 1 (satu) tahun.
Dengan demikian Anas Maamun yang kini di tahan di Lapas Sukamiskin, Bandung akan bebas pada Oktober 2020 dari masa hukuman yang seharusnya berakhir pada Oktober 2021.
Adanya grasi dari Presiden Jokowi, Anas Maamun menjalani total masa hukuman 6 tahun penjara dari vonis 7 tahun yang dijatuhkan hakim.
Diberitakan sebelumnya, Annas Maamun karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus suap alih fungsi kawasan hutan senilai Rp 5 miliar di Riau.
Annas Maamun diduga melakukan alih fungsi lahan dan dijatuhi hukuman vonis 6 (enam) tahun penjara oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Bandung.
Kemudian pada 2018, Annas Maamun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Namun sayang, kasasi ditolak dan MA memperberat hukuman Annas menjadi 7 (tujuh) tahun penjara. (*)
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)