Jaksa Telusuri Peran Nurdin Basirun di Kasus Suap Penerbitan Izin Reklamasi di Batam
Jaksa KPK menghadirkan dua orang saksi. Mereka yaitu, Johanes Kodrat dan Abu Bakar, nelayan di Kepulauan Riau.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar kasus suap penerbitan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut dan lokasi proyek reklamasi di pesisir Tanjung Playu, Batam.
Pada sidang hari ini, Rabu (11/12/2019) ini, majelis hakim mengagendakan pemeriksaan saksi untuk terdakwa Nurdin Basirun, Gubernur nonaktif Kepulauan Riau.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua orang saksi. Mereka yaitu, Johanes Kodrat dan Abu Bakar, nelayan di Kepulauan Riau.
Yadyn, JPU pada KPK, berupaya mengungkap peran Nurdin Basirun di kasus suap penerbitan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut dan lokasi proyek reklamasi di pesisir Tanjung Playu, Batam.
Dia mengungkap adanya percakapan via telepon antara Abu Bakar dengan Budy Hartono, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, pada 28 April 2019.
Percakapan menyangkut tindaklanjut pemberian Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut dan lokasi proyek reklamasi di pesisir Tanjung Playu, Batam.
"Pada tanggal 28 April 2019 sekira jam 13.00 WIB, saudara saksi pernah menghubungi Budy Hartono dan akan menyampaikan kalau ini (pemberian izin,-red) sulit, saudara saksi akan langsung menghubungi gubernur atau Nurdin Basirun?" tanya Yadyn kepada Abu Bakar.
"Betul, kalau lama akan saya kejar ke gubernur," jawab Abu Bakar.
Lalu, JPU pada KPK menanyakan kepada Abu Bakar apakah mengenal Nurdin Basirun.
"Apa saudara sebelumnya telah kenal Nurdin Basirun atau pernah menemui beliau pada saat kunjungan Nurdin Basirun ke pulau?" tanya JPU pada KPK.
"Pak Nurdin pernah kunjungan ke pulau tempat saya ke Pulau Panjang. Saya tahu Pak Nurdin di situ dalam kunjungan," jawab Abu Bakar.
"Pernah ada acara makan bersama?" tanya JPU pada KPK.
"Iya, beramai-ramai makan. Saya juga ikut," tuturnya.
Di kesempatan itu, JPU pada KPK sempat menanyakan alasan mengapa Abu Bakar menyebut nama Nurdin Basirun.
Baca: Divonis 4,5 Tahun Penjara, Mantan Bupati Talaud: Ini Tidak Adil, Saya Tidak Korupsi Uang Negara. . .
"Kenapa punya pikiran langsung menghubungi terdakwa? Apakah saudara tahu yang menandatangani ini terdakwa?" tanya JPU pada KPK.
Baca: Sidang Kasus Suap Nurdin Basirun Berlanjut ke Tahap Pemeriksaan Perkara
"Iya, kata Pak Budy dan Pak Edy yang tandatangan (surat izin,-red) pak Nurdin. Saya tanya berapa lama izinnya? Coba tanya pak Edy katanya kok lama," jawab Abu Bakar.
Untuk diketahui, Gubernur Nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, didakwa menerima uang senilai Rp 45 juta dan 11 Ribu Dollar Singapura terkait penerbitan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di lokasi lahan laut Piayu Laut, Piayu Batam, Kepulauan Riau.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Rabu (4/12/2019).
JPU pada KPK menyebutkan Nurdin Basirun menerima suap melalui Edy Sofyan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau dan Budy Hartono, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.
Uang itu bersumber dari pengusaha asal Kepulauan Riau, Kock Meng, serta dua orang nelayan, Johanes Kodrat dan Abu Bakar.
JPU pada KPK menjelaskan, Nurdin dalam kapasitas sebagai gubernur menerbitkan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut Nomor: 120/0796/DKP/SET tanggal 7 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di lokasi lahan laut Piayu Lautn Piayu Batam atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 ha.
Lalu, Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut Nomor:120/0945/DKP/SET tanggal 31 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Pelabuhan Sijantung Jembatan Lima atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 ha.
Dan rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Perda RZWP3K.
Atas perbuatan itu, terdakwa diancam pidana menurut Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.