Kebijakan 'Merdeka Belajar' dari Nadiem Makarim, Revisi Sistem Zonasi Sekolah & Hapuskan RPP
Empat kebijakan terbaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim luncurkan empat kebijakan baru.
Empat kebijakan terbaru dari Nadiem tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'aruf Amin soal peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Muncul wacana untuk merevisi sistem zonasi sekolah.
Tak hanya soal wacana revisi sistem zonasi, revisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) juga menarik perhatian masyarakat.
Berikut ini empat kebijakan Nadiem Makarim yang Tribunnews kutip dari berbagai sumber:
1. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)
Nadiem Makarim menuturkan, pada 2020 mendatang, penyelenggaraan USBN akan diterapkan bersama ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah.
Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa.
Dilalui dengan bentuk tes tertulis, atau penilian yang leboh komprehensif.
Seperti penugasan kelompok, atau karya tulis.
"Dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa," terang Nadiem Makarim yang Tribunnews kutip melalui Siaran Pers Nomor: 408/sipres/A5.3/XII/2019, Kemendikbud, Rabu (11/12/2019).
Hal ini juga disampaikan Kemendikbud melalui unggahan akun Twitternya @Kemendikbud_RI.
"Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dilakukan unt menilai kompetensi siswa yg dapat dilakukan dlm bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yg lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).
#MerdekaBelajar," tulis @Kemendibud_RI.
2. Ujian Nasional (UN)
Pelaksanaan UN 2020 merupakan pelaksanaan UN yang terakhir.
"Penyelenggaraan UN 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minumum dan Survei Karakter. Terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), matematika (numerasi), penguatan pendidikan karakter," jelas Nadiem.
Masih dilansir dari Siaran Pers Kemendikbud, pelaksanaan ujian tersebut dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah.
Misalnya, siswa yang berada di kelas empat, delapan, dan 11.
Sehingga, dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran.
Untuk hasil ujian ini, tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
"Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik, pada level internasional. Seperi PISA dan TIMSS," kata Nadiem.
Dalam akun Twitternya, Kemendikbud juga menambahkan soal Asesmen Kompetensi Minumun dan Survei Karakter.
"Mendikbud juga menjelaskan bahwa penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi) dan matematika (numerasi), serta penguatan pendidikan karakter.
#MerdekaBelajar," tulis @Kemendikbud_RI.
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam akun Twitternya, Kemendikbud menuliskan akan memangkas beberapa komponen.
"Ke depan cukup satu lembar saja. Singkat tapi berkualitas. Karena esensi RPP adalah proses refleksi dari guru," kata Mendikbud.
"Kemendikbud juga akan menyederhanakan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan memangkas beberapa komponen.
#MerdekaBelajar," tulis @Kemendibud_RI.
Dalam kebijakan tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP.
Format RPP tersebut harus memenuhi tiga komponen inti.
Di antaranya, tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.
4. Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi
Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengumumkan tetap menggunakan sistem zonasi.
Sistem zonasi nantinya akan lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan askes dan kualitas di berbagai daerah.
Dikutip dari siaran pers Kemendikbud, Rabu(11/12/2019), kebijakan yang diwacanakan yakni jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen.
Tak hanya itu saja, untuk jalur afirmasi minimal 15 persen.
Untuk jalur perpindahan, maksimal lima persen.
Sedangkan, untuk jalur prestasi atau sisa, 0-30 persen.
Hal lainnya, disesuaikan dengan kondisi daerah.
"Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi," tutur Nadiem Makarim.
Dukungan dari Menteri PMK
Empat Kebijakan Merdeka Belajar dari Kemendikbud ini mendapat dukungan dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy.
Melalui unggahan akun Twitter Kemendikbud @Kemendikbud_RI, disampaikan bahwa Menko PMK memberikan dukungan terkait program Merdeka Belajar.
"Menko PMK mendukung Program Merdeka Belajar yang baru saja disampaikan oleh Mendikbud. Menurutnya penting untuk memberikan kebebasan bagi guru untuk berinovasi. #MerdekaBelajar," tulis @Kemendikbud_RI.
Muhadjir Effendy juga mengapresiasi penyesuaian sistem zonasi.
"Ia juga mengapresiasi penyesuaian implementasi sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2020. Menurut Menko PMK, penyesuaian kebijakan sangat wajar dilakukan. #MerdekaBelajar," tulis @Kemendikbud_RI.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)