Ketua IKAGI Sebut Ada Kerajaan Tak Berbentuk dalam Garuda Indonesia
Ketua Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia, Zaenal Muttaqin mengungkapkan terdapat semacam kerajaan tidak berbentuk dalam Garuda Indonesia.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (IKAGI), Zaenal Muttaqin mengungkapkan terdapat semacam kerajaan tidak berbentuk dalam Garuda Indonesia.
Pernyataan tersebut diungkapkan dalam program Indonesia Lawyers Club (ILC) yang dilansir kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Rabu (11/12/2019).
"Bagaimana di perusahaan Garuda? Perusahaan publik dari dulu hingga sekarang ada semacam kekerajaan yang tidak berbentuk, yang mengendalikan organisasi perusahaan ini," ujar Zaenal.
Menurutnya, hal ini sudah ada sejak lama, namun kehadiran Ari Askhara dinilai semakin memperparah situasi di Garuda Indonesia.
Kebijakan-kebijakan Ari diniliai kontroversial dan mengarah kepada sikap diskriminasi karyawan.
Menurutnya, awak kabin selama ini tidak dianggap sebagai aset perusahaan.
Melainkan hanya sebagai alat produki perusahaan.
"Kami dikejar terus untuk mencapai produksi maksimal," ujar Zaenal.
Disisi lain, diskriminasi dalam Garuda Indonesia terlihat dengan adanya perbedaan perlakuan antar bagian seperti darat, pilot, dan awak kabin.
"Pada prinsipnya di Garuda Indonesia ini memang banyak diskriminasi yang terjadi terhadap perlakuan pegawai sangat kental," ungkap Zaenal.
"Misalkan, budget kami (awak kabin) kadang-kadang untuk men-support kepada bagian yang lain, artinya ada darat, pilot, dan kabin," ujarnya.
Diskriminasi juga terlihat saat tengah melakukan penerbangan jarak jauh.
Tekadang para awak kabin tidak diberi fasilitas penginapan.
Bahkan hak mereka untuk mendapatkan tunjangan perjalanan kerjapun tidak diberikan.
"Misalnya seperti uang terbang kami, kemudian adanya penerbangan jarak jauh dengan tidak menginap itu kan cost produksinya menjadi kecil," ungkapnya.
"Sehingga menghilangkan travel allowance kami, menghilangkan biaya penginapan dan juga laundry," imbuhnya,
"Biaya-biaya yang harus kami terima menghilang begitu saja," tambah Zaenal.
Diskriminasi di Garuda Indonesia juga terlihat pada hal-hal yang sifatnya punishment.
Perlakuan berbeda didapatkan oleh para awak kabin.
Zaenal menyebut, kalau kesalahan dilakukan oleh pihak yang dianggap paling penting maka perusahaan tidak akan mempermasalahkannya.
"Seperti misalnya pilot membawa suatu barang legal yang berlebihan itu tidak masalah dia hanya membayar pinalti saja," ungkap Zaenal.
"Tapi kalau kami awak kabin, begitu berlebihan membawa barang, itu report-nya langsung kepusat, dan langsung mendapat punishment," imbuhnya.
Sehingga hal ini membuat para awak kabin merasa semakin terancam.
Awak kabin juga merasa menjadi sasaran empuk perusahaannya.
Ketua IKAGI ini menuturkan, selama kepemimpinan Ari mayoritas awak kabin merasa bekerja dalam tekanan.
Belum lagi pada hal yang bersifat non teknis lainnya. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.