Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Respons Sejumlah Tokoh Tanggapi Keputusan Mendikbud Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim resmi menghapus Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan Assesmen Kompetensi Minimum mulai 2021

Penulis: Sinatrya Tyas Puspita
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Respons Sejumlah Tokoh Tanggapi Keputusan Mendikbud Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional
dok. ICANDO
Nadiem Makarim menyikapi hasil PISA 2018. 

3. Hetifah Sjaifudin - Wakil Ketua Komisis X DPR RI Fraksi Partai Golkar

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menilai tepat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional mulai 2021.

Pada 2021, UN akan digantikan dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

"Saya mengapresiasi UN yang akan diubah menjadi Asesmen dan Survei Karakter dan dikembalikan saja sesuai dengan UU Sisdiknas Pasal 57 dan 58," ujar legislator Golkar ini kepada Tribunnews.com, Rabu (11/12/2019).

Menurutnya, selama ini pelaksanaan Ujian Nasional tidak konsisten dengan Kurikulum K-13 yang menekankan cara berpikir dan logika.

“Selama ini UN lebih banyak hafalan. Padahal yang kita perlukan adalah mendidik anak-anak kita untuk mempunyai skill, seperti kemampuan literasi dan numerasi," jelasnya.

Hal itulah menurut Hetifah, menjadi salah satu alasan mengapa nilai PISA kita rendah.

Berita Rekomendasi

“Karena fokus dan penekanannya salah. Tolak ukur lain seperti sikap juga tidak masuk ke dalam asesmen”, ujarnya.

Lebih lanjut Hetifah mengingatkan, transisi dari sistem yang lama ke yang baru tentu tidak mudah.

Untuk itu pemerintah daerah, sekolah, guru, siswa, dan orangtua murid harus mendapatkan sosialisasi dan pendampingan yang serius dari pemerintah pusat.

“Masih ada waktu 2 tahun. Maksimalkan terutama untuk menyampaikan ke para guru bagaimana metode mengajar yang baik untuk melatih skill-skill yang akan diujikan,” jelasnya.

Hetifah juga menyarankan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan benar-benar mempelajari praktik baik dari negara-negara lainnya, salah satunya Tiongkok.

“Tiongkok berhasil mencapai posisi pertama dalam pencapaian PISA, padahal jumlah siswanya sangat besar. Patut dipelajari lebih dalam bagaimana mereka melakukannya,” ucapnya.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. (DPR-RI)

4. Unifah - PGRI

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyambut baik upaya itu, dengan catatan proses pembelajaran di kelas oleh guru harus diperhatikan.

"Itu upaya baik itu harus diapresiasi. Kita (PGRI) mengapresiasi itu sebuah cara untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada anak-anak sesuai dengan kemampuannya," kata Unifah saat dihubungi Tribunnews, Rabu (11/12/2019).

"Yang perlu diperhatikan adalah proses menyiapkan bahwa mutu itu dimulai dengan pembelajaran di kelas. Guru itu harus diperkenalkan apa itu merdeka belajar bagi guru dan siswa," lanjut dia.

Ia menambahkan, perlu ada inovasi yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru.

"Pemerintah tidak bisa hanya dari jalur konvensional, pelatihan guru-guru. Jadi lebih melibatkan banyak pihak bagaimana guru dapat mengajarkan proses pada 4C itu ( Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity and Innovation)," jelasnya.

Unifah mengaku, PGRI tidak dilibatkan dalam proses keputusan penggantian ujian nasional itu.

"Enggak, diajak diskusi secara sistematis. Tapi PGRI percaya ini adalah niat baik," ucapnya.

5. Ma'ruf Amin - Wakil Presiden RI

Wakil Presiden Maruf Amin mengatakan kajian untuk mencari standar pendidikan nasional pengganti ujian nasional (UN) terbilang rumit.

Hal tersebut dikatakan Maruf Amin saat disinggung soal wacana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan menghapus UN.

"Itu harus dikaji, dikaji dulu dan tidak mudah," ujar Maruf Amin di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2019) seperti dikutip TribunJakarta.

Menurutnya penghapusan UN sebagai alat ukur prestasi pendidikan di Indonesia tidak dapat dilakukan dalamwaktu dekat ini sebelum ada program penggantinya.

Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin, saat ditemui di Kantor Wakil Presiden RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2019).
Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin, saat ditemui di Kantor Wakil Presiden RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2019). (Rina Ayu/Tribunnews.com)

"Ujian Nasional itu untuk mengukur standarisasi kemampuan anak. Jadi kalau itu nanti ujian nasional dihapus, itu kan harus ada alat ukur standar dari prestasi pendidikan nasional kita. Sekarang kan masih akan ada sampai tahun 2020. Sedang dicari pengganti dari ujian nasional itu," ungkapnya.

Maruf Amin berharap, Kemendikbud dapat mencari formula yang tepat untuk mengganti ujian nasional, tanpa mengesampingkan kualitas pendidikan Indonesia.

"Pemerintah harapkan nanti melalui Kemendikbud akan bisa ditemukan pengganti ujian nasional," ucapnya.

6. Syaiful Huda - Ketua Komisi X DPR RI

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan bahwa pihaknya sangat mendukung kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang menghapus Ujian Nasional (UN).

Ia hanya menyarankan bahwa kebijakan tersebut harus dipersiapkan dengan matang agar penerapannya tidak gagal.

“Sejak dari awal kita dukung kebijakan itu, tinggal langkah apa saja yang harus disiapkan untuk menuju perubahan ini, kebijakan penghapusan UN."

"Itu yang lebih penting supaya ini tidak menjadi kebijakan parsial dan tidak implementatif di lapangan,” ujar Syaiful Huda saat dihubungi TribunJakarta, Rabu, (11/12/2019).

Syaiful mengatakan bahwa pihaknya akan menanyakan pergantian ujian nasional tersebut kepada Nadiem saat rapat kerja pada Kamis esok, (12/12/2019).

Ia berharap program pengganti UN bisa lebih baik.

“Salah satu yang akan kami tanyakan menyangkut kebijakan penghapusan. Prinsip kita dukung, sangat mendukung."

"Tinggal pasca penghapusan ini apa langkah-langkahnya karena yang kita hadapi ini dunia pendidikan nasional yang problemnya pelik, kompleks."

"Jangan sampai kebijakan ini berhenti sampai di paper saja,” katanya.

Menurut Syaiful, penghapusan UN sudah disuarakan sejak lama.

UN dinilai membuat, siswa, guru, kepala sekolah, hingga bupati atau walikota stress.

“Memang dari segi konten UN ini memang sudah tidak relevan bagi perkembangan zaman."

"Sudah engga relevan, sudah lama. Ini kan sebenarnya isu lama bukan baru seumur jagung."

"Kita dukung karena mas Nadiem mengeksekusi ini,” pungkasnya.

(Tribunnews.com/Srihandriatmo Malau/Whiesa/Rina Ayu Panca Rini)(KompasTV)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas