Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kebijakan Merdeka Belajar Disorot oleh Komisi X DPR: Detailnya Belum Diselesaikan

Kebijakan Merdeka Belajar yang dikeluarkan oleh Kemendikbud ditanggapi Komisi X DPR dari fraksi PKS, menurutnya beberapa detail masih belum selesai.

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
zoom-in Kebijakan Merdeka Belajar Disorot oleh Komisi X DPR: Detailnya Belum Diselesaikan
Tangkapan Layar KompasTV
Ledia Hanifa Anggota Komisi X DPR Fraksi PKS 

TRIBUNNEWS.COM - Kebijakan terbaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) soal "Merdeka Belajar" disorot oleh Komisi X DPR dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa.

Kebijakan yang disorot oleh Ledia yakni soal rencana revisi Ujian Nasional (UN).

UN yang direvisi itu kemudian akan digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimal dan Survei Karakter.

Diungkapkan oleh Ledia, beberapa hal membuat rancu untuk memahami tujuan penghapusan UN.

"Apakah kemudian semua insfrastrukturnya sudah siap? Guru-guru yang melakukan asesmen itu sudah siap?," tutur Ledia yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (12/12/2019).

Ia juga memertanyakan soal kompetensi dasar minimal apa yang akan diambil.

Menurutnya, hal tersebut belum terjawab secara detail.

Ledia Hanifah Anggota Komisi X DPR Fraksi PKS
Ledia Hanifah Anggota Komisi X DPR Fraksi PKS (Tangkapan Layar KompasTV)
Berita Rekomendasi

Politisi PKS tersebut mempertanyakan pula soal asesmen.

Mengingat ada berbagai hal yang berkembang, dan ia menegaskan kembali sampai sekarang detail untuk asesmen itu belum diselesaikan.

"Betul masing-masing daerah punya muatan lokal. Tetapi, kalau untuk hal-hal seperti ini harus ada minimum dasar secara nasional," ujarnya.

Tanggapan Buya Syafii Maarif

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif tanggapi soal kebijakan Merdeka Belajar.


Ia menghimbau agar Mendikbud tidak tergesa-gesa memutuskan.

"Jangan tergesa-gesa, dikaji ulang secara mendalam," tutur Buya Syafii melalui tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (12/12/2019).

Mantan Ketum PP Muhammadiyah tersebut mengaku mengkhawatirkan minat belajar siswa.

Menurutnya, apabila pelaksanaan UN benar-benar diganti, dapat membuat siswa tidak belajar dengan sungguh-sungguh.

Ia juga menuturkan program Asesmen Kompetensi Minimun dan Survei Karakter itu harus ditinjau dari segala perspektif.

"Harus hati-hati. Tidak segampang itu. Dimana-mana Ujian Sekolah ada," katanya.

Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter

Nadiem Makarim menjelaskan pengertian dari program pengganti Ujian Nasional yaitu Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter,

Menurut Nadiem, program pengganti itu tengah dibahas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Namun, sudah ditentukan, pelaksanaan program tersebut akan berbasis komputer.

"Secara teknis, detailnya kita sedang membahas, tapi sudah pasti akan dilaksanakan melalui komputer," ujar Nadiem saat Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, yang Tribunnews kutip  dari YouTube Kompascom Reporter on Location,  Rabu (11/12/2019).

Pelaksanaan berbasis komputer tersebut, menurutnya itu berdasarkan standar nasional yang sudah ditentukan.

"Apapun dalam standar nasional itu computer based," lanjutnya.

Program pengganti UN itu, Nadiem mengatakan sebagai gerakan Kemendikbud ke depan.

Selain itu, program baru tersebut akan menjadi tugas ke depan Kemendikbud untuk membantu semua siswa di Indonesia dapat mengoperasikan komputer.

"Jadi itu adalah gerakan kita, PR kita selama satu tahun ke depan ini adalah memastikan semua murid itu bisa (menggunakan)," jelasnya.

Alasannya, menurut Nadiem, masih ada siswa dibeberapa daerah yang belum bisa mengoperasikan komputer.

"Karena beberapa di daerah kan belum bisa," jelasnya.

Sehingga tugas tersebut, akan dituntaskan Nadiem Makarim bersama Kemendikbud pada tahun ini.

"Jadi itu harapannya harus kita tuntaskan tahun ini," tambah Nadiem.

Nadiem Makarim mengatakan, penggantian UN tersebut dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar siswa.

Nadiem juga menyebut, materi dalam ujian nasional juga terlalu padat.

Menurutnya, materi yang padat tersebut mengakibatkan siswa cenderung berfokus pada hafalan materi dan bukan kompetensi.

"Ini sudah menjadi beban stres antara guru dan orang tua. Karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," ungkap Nadiem.

Nadiem menjelaskan, semangat UN itu untuk mengasesmen sistem pendidikan, baik itu sekolahnya, geografinya, maupun sistem pendidikan secara nasional.

Sehingga, ia menjelaskan, UN hanya menilai satu aspek, yakni kognitifnya.

Malah menurutnya, belum menyentuh seluruh aspek kognitifnya, tapi lebih kepada penguasaan materi.

"Belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik," tambah Nadiem.

Orangtua Siswa Khawatir Minat Belajar Anak Menurun

Kebijakan Nadiem Makarim soal penghapusan Ujian Nasional (UN) ditanggapi banyak pihak.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut baru saja mengeluarkan kebijakan baru, yakni empat pokok Merdeka Belajar.

Penghapusan UN merupakan satu di antara empat kebijakan tersebut.

Menanggapi kabar tersebut, orangtua siswa turut buka suara.

Pasalnya, saat diadakan UN saja menurut orangtua, minat belajar siswa masih kurang.

"Minat belajar itu masih kurang, jadi mereka menyepelekan," tutur orangtua siswa yang Tribunnews kutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (12/12/2019).

Salah seorang ibu yang diwawancarai Kompas TV mempertanyakan apa yang akan terjadi apabila UN tidak ada.

"Takutnya sih, minat belajar anak menjadi kurang," jelasnya.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas