Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kompetensi Minimum & Survei Karakter Gantikan UN, KPAI: Dorong Logika Siswa daripada Hafalan

Retno Listyarti menilai Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang menggantikan ujian nasional (UN) 2021 sebagai program yang bagus.

Penulis: Nuryanti
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Kompetensi Minimum & Survei Karakter Gantikan UN, KPAI: Dorong Logika Siswa daripada Hafalan
KOMPAS.com/ERWIN HUTAPEA - Dok. Kemendikbud
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti dan Mendikbud Nadiem Makarim. 

TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti menilai Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang menggantikan ujian nasional (UN) 2021 sebagai program yang bagus.

Pengumuman penggantian pelaksanaan ujian nasional tersebut disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Rabu (11/12/2019).

Menurut Retno, nantinya sistem pendidikan di Indonesia tidak perlu lagi menerapkan hafalan bagi siswa.

"Asesmen itu sebenarnya bagus ya, pertama kalinya sistem pendidikan di Indonesia tidak pakai hafalan," ujar Retno Listyarti, dikutip dari YouTube Kompas TV, Kamis (12/12/2019).

Retno mengungkapkan, jika penggantian UN itu diterapkan, maka untuk pertama kalinya Indonesia menerapkan sistem pendidikan berdasarkan logika siswa.

Penerapan sistem pendidikan berdasarkan logika ini, menurut Retno lebih bagus.

"Tetapi pendidikan di Indonesia, pertama kalinya nalar itu dihargai, bahkan nalar itu didorong, ini bagus," jelasnya.

Berita Rekomendasi

Namun, Retno menyebut program penggantian UN itu harus sesuai dengan kondisi sekolah di Indonesia, terutama para guru.

"Problem-nya adalah, niat yang bagus ini harus melihat kondisi lapangan," ungkap Retno.

"25 tahun dari hasil riset, menunjukan bahwa guru-guru Indonesia itu mengajar dengan tidak berubah selama 25 tahun terakhir," jelasnya.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)

Di sisi lain, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Buya syafii Maarif meminta pemerintah mengkaji ulang program penggantian ujian nasional (UN) yang akan diterapkan pada 2021.

Buya Syafii Maarif meminta penerapan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, diputuskan dengan hati-hati.

"Harus hati-hati, tidak segampang itu," ujar Buya Syafii Maarif di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (12/12/2019).

Alasan dari Buya Syafii itu, menurutnya di setiap sekolah ada pelaksanaan ujian.

Sehingga ia berharap penggantian ujian nasional itu harus dilihat dari berbagai sudut pandang.

"Artinya ditinjau dari segala perspektif ya, sebab dimana-mana ujian sekolah ada," kata dia.

Buya Syafii Maarif
Buya Syafii Maarif (Biro Pers Setpres/Kris)

Menurut Buya, jika pelaksanaan ujian nasional benar-benar diganti, maka siswa tidak belajar dengan sungguh-sungguh lagi.

"Nanti kalau tidak begitu, para siswa itu tidak sungguh-sungguh lagi," imbuhnya.

Buya Syafii berharap Nadiem Makarim tidak buru-buru memutuskannya.

Menurutnya, sebaiknya program Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter itu dikaji kembali.

"Jangan tergesa-gesa, dikaji ulang secara mendala," tegas Buya.

Sebelumnya, dikutip dari YouTube Kompascom Reporter on Location, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim membenarkan adanya program pengganti ujian nasional (UN).

Meskipun akan diganti, Nadiem Makarim memastikan Ujian Nasional 2020 akan tetap dilaksanakan seperti rencana sebelumnya.

"Untuk 2020, UN akan dilaksanakan sesuai seperti tahun sebelumnya," ujar Nadiem saat Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).

Sehingga, wali murid dan siswa yang akan mengikuti UN 2020, bisa mempersiapkannya.

"Jadi untuk 2020, banyak orangtua yang sudah investasi mereka untuk anaknya belajar untuk materi UN itu silakan untuk 2020," kata Nadiem.

"Tapi itu hari terakhir UN seperti tahun lalu diselenggarakan," lanjut Nadiem.

Program UN ini pada 2021 akan digantikan dengan program Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

Nadiem menjelaskan, penggantian tersebut dengan pertimbangan setelah dilakukan persiapan oleh pihak sekolah dan siswa untuk menghadapinya.

"Pada tahun 2021, UN itu akan diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter," jelas Nadiem Makarim.

"Terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," lanjutnya.

Perubahan program UN ini termasuk dalam empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”.

Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Nadiem Makarim mengatakan, UN tersebut sebelumnya dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar siswa.

Nadiem juga menyebut, materi dalam ujian nasional juga terlalu padat.

Menurutnya, materi yang padat tersebut mengakibatkan siswa cenderung berfokus pada hafalan materi dan bukan kompetensi.

"Ini sudah menjadi beban stres antara guru dan orang tua. Karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," ungkap Nadiem.

Nadiem menjelaskan, semangat UN itu untuk mengasesmen sistem pendidikan, baik itu sekolahnya, geografinya, maupun sistem pendidikan secara nasional.

Sehingga ia menjelaskan, UN hanya menilai satu aspek, yakni kognitifnya.

Malah menurutnya, belum menyentuh seluruh aspek kognitifnya, tapi lebih kepada penguasaan materi.

"Belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik," tambah Nadiem.

(Tribunnews.com/Nuryanti)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas