KPK Belum Terima Salinan Putusan PK Umar Samiun dari MA
Diketahui MA mengabulkan PK yang diajukan penyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar itu.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum menerima salinan putusan Peninjauan Kembali (PK) milik mantan Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun alias Umar Samiun.
"Salinan putusan PK untuk terdakwa Umar Samiun belum kami terima. Mungkin sedang dalam proses. Tapi, KPK sudah koordinasi dengan pihak humas MA (Mahkamah Agung)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (13/12/2019).
Diketahui MA mengabulkan PK yang diajukan penyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar itu.
Baca: Mantan Bupati Buton Penyuap Akil Mochtar Dapat Potongan Hukuman
Masa hukuman Umar menjadi 3 tahun. Harusnya Umar menjalani hukuman penjara selama 3 tahun 9 bulan.
Febri juga mengklarifikasi informasi sumir soal vonis bebas Umar Samiun. Pernyataan tersebut dilontarkan oleh kuasa hukum Umar, Dian Farizka.
"Jadi informasi yang seolah-olah mengatakan putusan PK di MA terhadap terdakwa Umar Samiun adalah vonis bebas tidak benar," katanya.
Baca: KPK Diminta Tuntaskan Kasus Abubakar karena Banyak Pejabat Bandung Barat Terlibat
"Informasi yang benar adalah pada putusan PK tetap terdakwa melakukan korupsi, yaitu melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor dan dijatuhi hukuman pidana penjara 3 tahun dan denda Rp150 juta. Putusan telah dijatuhkan pada hari Kamis, 12 Desember 2019 lalu oleh Majelis Hakim yang dipimpin Suhadi," ungkap Febri.
Umar Samiun mengajukan permohonan PK dalam kasus suap sengketa Pilkada Kabupaten Buton di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2011.
Saat sidang PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 11 April 2019, Umar mengajukan PK karena memiliki bukti baru dan adanya kekeliruan hakim.
Umar Samiun sebelumnya divonis 3 tahun 9 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan. Ia dinyatakan terbukti menyuap mantan Ketua MK Akil Mochtar terkait perkara sengketa Pilkada Kabupaten Buton di MK pada 2011.
Umar memberikan uang sebesar Rp1 miliar ke Akil. Suap itu diduga untuk memengaruhi putusan akhir perkara MK Nomor: 91-92/PHPU.D-IX/2011 tanggal 24 Juli 2012 tentang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Buton Tahun 2011.
Umar awalnya kalah dalam Pilkada Bupati Buton pada 2011. Atas keputusan tersebut, Umar Samiun mengajukan gugatan ke MK.
MK mengeluarkan putusan sela yang menyatakan perlu dilakukan pemungutan suara ulang. Hasilnya, Umar Samiun dan Bakry mendapat perolehan suara sah terbanyak. Setelah kemenangan itu, Akil disebut menagih uang ke Umar.