Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Putusan MK Beri Jeda 5 Tahun Mantan Narapidana Ikut Pilkada Bentuk Kompromi dalam Berdemokrasi

"Putusan MK memberi waktu lima tahun untuk bisa aktif kembali adalah jalan kompromi," kata Abdul Fickar Hadjar

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Putusan MK Beri Jeda 5 Tahun Mantan Narapidana Ikut Pilkada Bentuk Kompromi dalam Berdemokrasi
Wartakota/henry lopulalan
PEMERIKSAN PENDAHULUAN - Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto (tengah) didampingi Hakim MK Enny Nurbaningsih (kiri) dan Manahan MP Sitompul (kanan) memimpin jalannya sidang pengujian formil mengenai Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019). Pada sidang yang beragenda pemeriksaan pendahuluan itu majelis hakim konstitusi meminta kepada pemohon untuk memperbaiki berkas yang diajukan. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memberi jeda lima tahun bagi mantan narapidana agar dapat mencalonkan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan hasil kompromi.

Pernyataan itu disampaikan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.

Baca: MK Kasih Jeda 5 Tahun Eks Koruptor Boleh Ikut Pilkada, KPK Ingatkan Partai Politik

"Putusan MK memberi waktu lima tahun untuk bisa aktif kembali adalah jalan kompromi di mana disatu sisi tetap menghargai hak politik seseorang, tetapi juga membatasi pada kurun lima tahun agar dapat berkontemplasi meneruskan maju ke politik atau tidak," kata Abdul Fickar Hadjar, saat dihubungi, Jumat (13/12/2019).

Dia menjelaskan, pada dasarnya hak politik termasuk hak asasi manusia (HAM).

Artinya, kata dia, negara harus menghargai hak setiap orang dalam berdemokrasi.

Menurut dia, apabila hak itu dimiliki atau akan digunakan di satu sisi oleh seseorang idealnya orang ini tidak pernah mencederasi kehidupan berbangsa atau berdemokrasi.

Berita Rekomendasi

"Misalnya tidak pernah melanggar atau dihukum karena melakukan kejahatan serius, seperti korupsi, pelecehan terhadap anak, terorisme, dan lain-lain," kata dia.

Jika berbicara pada konteks hukum, dia mengungkapkan, sudah ada ruang tersedia berupa pencabutan hak tertentu, termasuk hak politik, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Namun, dia menegaskan, pada praktiknya ketentuan itu jarang digunakan, kecuali kepada narapidana koruptor yang berasal dari unsur partai politik atau anggota Dewan.

Baca: Pertimbangan MK Soal Berlakunya Tiga Syarat Baru Bagi Mantan Terpidana yang Akan Ikut Pilkada

Dikarenakan narapidana korupsi itu berasal dari berbagai latar belakang dan mereka yang terkait, maka dia menambahkan, wajar jika regulasi pelarangan mantan narapidana koruptor mencalonkan diri di dunia politik.

"Hal mana mengingat dunia politik itu memperebutkan kekuasaan sehingga penjaringan terhadap SDM-nya harus lebih ketat, karena itu wajar jika ada peraturan KPU (PKPU,-red) yang melarangnya," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas