Ahli Singgung Pengembalian Mandat Komisioner KPK ke Presiden di era Agus Rahardjo
Dia menjelaskan apabila mereka berniat untuk mundur, tentu komisioner komisi anti rasuah itu tidak akan menarik kembali surat pengunduran itu.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum tata negara, Margarito Kamis, menilai komisioner KPK periode 2015-2019 pernah bermain "game politik" selama menjabat.
Hal ini terjadi pada saat tiga pimpinan KPK, Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode Muhammad Syarif menyerahkan mandat kepada Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu.
“Kejadian kemarin itu hanya games-games saja,” kata Margarito, saat memberikan keterangan sebagai ahli untuk terdakwa kasus suap jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama, Romahurmuziy, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Baca: Artidjo, Albertina, dan Ruki Dinilai Cocok Jadi Dewan Pengawas KPK
Dia menjelaskan apabila mereka berniat untuk mundur, tentu komisioner komisi anti rasuah itu tidak akan menarik kembali surat pengunduran itu.
Selain itu, kata dia, surat pengunduran mereka ditujukan kepada presiden, padahal komisioner KPK bukan mandataris dari presiden.
Dia menilai tidak ada yang penting dari pengembalian mandat tersebut.
"Tidak ada yang urgen dan hanya game-game politik," kata dia.
Baca: Alasan KPK Tidak Giat OTT Setelah UU 19/2018 Berlaku
Menurut dia, "game politik" itu sengaja ditimbulkan setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama yang menjerat terdakwa mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy.
Pada Rabu (18/12/2019) ini, sidang beragenda pemeriksaan saksi dan ahli yang dihadirkan tim penasihat hukum Romahurmuziy.
Baca: Novel Baswedan Bawa Keberhasilan KPK ke PBB
Mereka yaitu, ahli hukum tata negara, Margarito Kamis, ahli hukum pidana islam, Muhammad Nurul Irfan, dan ahli hukum pidana, Choirul Huda.
Untuk diketahui, JPU pada KPK mendakwa mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, menerima suap senilai total Rp 416,4 Juta pada perkara suap pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
Pemberian suap tersebut dari Haris Hasanuddin, mantan Kepala Kantor Kemenag Provonsi Jawa Timur, senilai Rp 325 Juta dan Muh. Muafaq Wirahadi, mantan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik memberi Rp 91,4 Juta.
Atas perbuatan itu, Romy dianggap melanggar Pasal 12 huruf b atau 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.