Soroti Pemindahan Ibu Kota, Fadli Zon: Masyarakat yang Tak Setuju Masih Penting di Mata Pemerintah?
Politikus Partai Gerindra Fadli Zon buka suara soal adanya survei yang menyebut mayoritas warga Indonesia tidak setuju ibu kota dipindahkan.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Fathul Amanah
"Targetnya presiden yang saya dengar kan ibu kotanya pindah 2023-2024, ya menurut saya agak sulit," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dilansir Kompas.com Rabu (4/9/2019).
"Tetapi kalau dia berproses ya jangka waktu 10 tahun, 15 tahun, itu masih masuk akal," ucapnya.
Namun demikian, menurut Fadli sebelum memindahkan ibu kota, kondisi ekonomi negara harus dipastikan baik.
Selain itu, harus dipastikan masalah kemiskinan dan pengangguran sudah diatasi.
Pihaknya melanjutkan, sejauh yang ia ketahui, saat pembacaan nota keuangan dan RAPBN lalu, tidak ada satu pun item belanja yang mendukung rencana pemindahan ibu kota.
"Jadi belum ada dalam postur anggaran. Ini juga belum ada di APBN, lantas siapa yang membiayai pemindahan ibu kota ini? Tentu menimbulkan kekhawatiran," jelasnya, seperti diberitakan Tribunnews.com, (3/9/2019).
Anggota DPR yang terpilih kembali pada periode 2019-2024 ini menyarankan agar pemerintah membuka partisipasi masyarakat dalam rencana pindah ibu kota negara.
"Menurut saya harus ada hak paritisipasi publik untuk didengarkan aspirasinya. Kita perlu dengar, karena itu kita ingin mendengarkan lebih banyak suara rakyat. Karena dampaknya bagi seluruh rakyat indonesia. Jangan sampai keinginan presiden adalah keinginan dirinya sendiri. Bukan keinginan rakyat," lanjut anggota DPR asal Partai Gerindra ini.
Jokowi sebut RUU Pemindahan Ibu Kota Diajukan ke DPR Januari
Rancangan Undang Undang (RUU) terkait pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur telah disiapkan dan akan diajukan ke DPR Januari tahun depan.
Hal itu disampaikan Jokowi setelah melakukan peninjauan salah satu titik lokasi calon ibu kota baru di Kecamatan Sepaku, Penajam Passer Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019).
Jokowi menyebut ibu kota baru akan memiliki lahan seluas 256 ribu hektar, namun kawasan intinya hanya 56.000 hektar, adapun untuk kawasan pemerintahnya 5.600 hektar.
Kendati demikian, Jokowi belum bisa memastikan apakah ibu kota baru ini nantinya akan berbentuk provinsi baru.
"Ini semuanya tetap nanti dibahas dengan DPR. Beberapa alternatif memang bisa nanti provinsi, bisa juga dalam bentuk kota. Ini beberapa alternatif yang segera diputuskan antara Pemerintah dengan DPR," ungkap presiden.