Setuju Sistem Zonasi, Komisioner KPAI: Anak Bisa Sekolah Tanpa Melihat Nilai Ujian Nasionalnya
Retno Listyarti mengatakan, sistem zonasi lebih adil dibandingkan menggunakan nilai ujian nasional (UN) sebagai syarat penerimaan siswa baru.
Penulis: Nuryanti
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengatakan, sistem zonasi lebih adil ketimbang menggunakan nilai ujian nasional (UN) sebagai syarat penerimaan siswa baru.
Retno Listyarti menyampaikan, pendidikan bagi warga negara Indonesia merupakan hak yang harus dipenuhi oleh negara.
Ia menjelaskan pemenuhan hak pendidikan itu sudah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945.
"Pendidikan itu hak dasar yang harus dipenuhi negara, dalam keadaan apapun harus dipenuhi, dan itu perintah konstitusi," ujar Retno Listyarti di Studio Trans 7, Rabu (18/12/2019), dikutip dari YouTube Najwa Shihab.
"Atas dasar itu, sistem zonasi sebetulnya berkeadilan," jelas Retno.
Menurutnya, dengan sistem zonasi tersebut, setiap siswa bisa sekolah di mana pun tanpa melihat nilai ujian nasional.
"Seorang anak bisa sekolah di manapun tanpa melihat ujian nasionalnya, tanpa melihat yang lain," katanya.
Namun, Retno berujar, sekolah bisa menerima siswa tersebut karena jarak rumah dan kemampuan yang dimiliki.
"Tetapi, karena memang jarak dan kemampuan yang tidak hanya kecakapan akademik," ungkapnya.
"Ini sebetulnya pemenuhan hak dasar negara, atas tanggung jawabnya terhadap pendidikan," lanjut Retno.
Sementara itu, tokoh publik peduli pendidikan, Sophia Latjuba menyampaikan, hasil laporan belajar siswa atau rapor, sudah cukup digunakan sebagai syarat penerimaan siswa baru.
Selain itu, Sophia Latjuba juga menyebut, hasil portofolio siswa selama proses belajar juga bisa digunakan dalam proses penerimaan tersebut.
"Bukannya rapor yang diberikan sekolah sudah cukup ya? dengan hasil tes, portofolio, apapun hasil pembelajaran si anak," jelasnya.
Sehingga, ia tak setuju jika sekolah menggunakan nilai ujian nasional sebagai syarat dalam menerima siswa baru.