Setuju Sistem Zonasi, Komisioner KPAI: Anak Bisa Sekolah Tanpa Melihat Nilai Ujian Nasionalnya
Retno Listyarti mengatakan, sistem zonasi lebih adil dibandingkan menggunakan nilai ujian nasional (UN) sebagai syarat penerimaan siswa baru.
Penulis: Nuryanti
Editor: Sri Juliati
"Itu kan sudah cukup SMP, SMA, melihat kemampuan si anak, kenapa harus ujian nasional?" ungkap Sophia.
Dalam acara yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Dikdasmen Kemendikbud, Totok Suprayitno menjelaskan mengenai sistem penerimaan siswa untuk tingkat SMP dan SMA.
Totok Suprayitno menyampaikan, proses sistem zonasi ada 50 persen pada penerimaan siswa baru.
Sisanya yaitu sebesar 20 persen, penerimaan siswa baru berasal dari siswa yang menerima Kartu Indonesia Pintar (KIP).
"Terutama melalui proses zonasi, nanti ada 50 persen penerimaan siswa itu berdasarkan zonanya," ujar Totok Suprayitno.
"Sisanya, anak-anak yang mendapat Kartu Indonesia Pintar, yang berasal dari keluarga yang kurang beruntung," jelasnya.
Sementara, untuk 30 persen proses penerimaan siswa baru, menurutnya berasal dari prestasi siswa.
"Kemudian, maksimum sampai 30 persen, itu anak-anak yang berprestasi," lanjutnya.
Sehingga, menurutnya, ketentuan proses penerimaan siswa baru tersebut akan segera diterapkan.
"Jadi sudah ada perubahan," ungkap Totok.
Mengenai penggantian ujian nasional, Totok berujar nantinya sekolah dalam meluluskan siswanya tidak hanya berdasarkan pada nilai.
"Jadi yang diberikan oleh sekolah untuk meluluskan anak-anak tidak hanya nilai," katanya.
Menurut Totok, sekolah bisa meluluskan peserta didik berdasarkan pada kemampuannya.
Kemampuan yang ia maksud, bisa dari kemampuan olahraga maupun kesenian.