ICW Tetap Tolak Konsep Dewan Pengawas KPK, Ini 3 Alasannya
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana memberikan 3 alasan menolak konsep Dewan Pengawas
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana memberikan 3 alasan menolak konsep Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pertama, secara teoritik KPK masuk dalam rumpun lembaga negara independen yang tidak mengenal konsep lembaga Dewan Pengawas.
Sebab, yang terpenting dalam lembaga negara independen adalah membangun sistem pengawasan.
Kurnia pun menilai, hal itu sudah dilakukan KPK dengan adanya Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat. Bahkan, kedeputian tersebut pernah menjatuhkan sanksi etik pada dua pimpinan KPK, yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang.
Baca: Jelang Pelantikan Pimpinan dan Dewas KPK, ICW: Masa Suram Pemberantasan Korupsi
Baca: Brimob Polri Kawal Pimpinan KPK Hadiri Pelantikan di Istana
Baca: Respons Pembentukan Dewan Pengawas KPK, Ali Mochtar Ngabalin Pakai Istilah Manusia Setengah Dewa
"Lagi pun dalan UU KPK yang lama sudah ditegaskan bahwa KPK diawasi oleh beberapa lembaga, misalnya BPK, DPR, dan Presiden. Lalu pengawasan apa lagi yang diinginkan oleh negara?" kata Kurnia kepada Tribunnews, Jumat (20/12/2019).
Kedua, lanjut Kurnia, kewenangan Dewan Pengawas sangat berlebihan. Karena, bagaimana mungkin tindakan pro justicia yang dilakukan oleh KPK harus meminta izin dari Dewan Pengawas?.
Sementara, disaat yang sama justru kewenangan Pimp KPK sebagai penyidik dan penuntut justru dicabut oleh pembentuk UU.
Ketiga, kehadiran Dewan Pengawas dikhawatirkan sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap proses hukum yg berjalan di KPK.
Sebab, Dewan Pengawas dalam UU KPK baru dipilih oleh Presiden.
"Untuk itu Indonesia Corruption Watch menuntut agar Presiden Joko Widodo segera menunaikan janji yang pernah diucapkan terkait penyelematan KPK melalui instrumen Perppu," ucap Kurnia.
"Adapun Perppu yang diharapkan oleh publik mengakomodir harapan yakni membatalkan pengesahan UU KPK baru dan mengembalikan UU KPK seperti sedia kala," jelasnya.
Dikabarkan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melantik anggota dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (20/12/2019) siang.
Berdasarkan informasi, pelantikan dewan pengawas KPK dilaksanakan di Istana Negara, sekitar pukul 14.30 WIB.
Saat kunjungan ke Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu kemarin, Jokowi mengungkap beberapa nama calon dewan pengawas lembaga antirasuah itu.
Seperti nama Artidjo Alkostar, Albertina Ho, dan Taufiqurrahman Ruki.
"Sudah masuk (namanya), tapi belum difinalkan. Ada hakim, jaksa, mantan KPK, ekonom, akademisi, ada juga ahli pidana," ujar Jokowi saat itu.
Pelantikan dewan pengawas, berbarengan dengan pelantikan pimpinan KPK periode 2019-2023 yang telah lolos proses uji kepatutan dan kelayakan di DPR.