Ngabalin Sebut Dewan Pengawas KPK Manusia Setengah Dewa, Refly Harun: Dewas Bakal Rusak Kinerja KPK
Tenaga Ahli Utama KSP, Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah manusia setengah dewa.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWS.COM - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin mengatakan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah manusia setengah dewa.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik lima pimpinan KPK periode 2019-2023, Jumat (20/12/2019).
Selain melantik lima pimpinan KPK, Jokowi juga mengangkat lima anggota Dewan Pengawas KPK.
Aktifnya Dewan Pengawas KPK ini sebagai implementasi dari revisi UU KPK yang usulan DPR.
Dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam, yang diunggah di kanal YouTube Talk Show tvOne, Kamis (19/12/2019), Ngabalin menyebut Dewan Pengawas KPK sebaagi sosok manusia setengah dewa.
Menurut Ngabalin, Dewan Pengawas KPK ada untuk memberikan jawaban terhadap harapan maupun gundah gulananya masyarakat.
Sebab, saat pembahasan revisi UU KPK, prosesnya sangat keras dengan timbulnya berbagai pro dan kontra.
"Sehingga mengapa saya harus mengatakan bahwa lima orang satu ketua dan empat anggota ini, benar-benar adalah manusia-manusia yang sudah selesai dengan urusan-urusan dirinya," kata Ngabalin.
"Sudah selesai dengan urusan dunianya, itu artinya manusia setengah dewa," jelasnya.
Ngabalin menambahkan, kelima Dewan Pengawas KPK adalah manusia yang memiliki sifat 50 sampai 75 persen sifat-sifat kenabian.
"Manusia yang memiliki sifat 50 sampai 75 persen, sifat-sifat kenabian ada pada mereka," tegas Ngabalin.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyoroti soal dua hal terkait adanya Dewan Pengawas KPK.
"Saya harus kembali dulu kepada dua hal ya, pertama keberadaan dewan pengawas, kedua adalah orang-orang yang akan mengisi jabatan itu," jelas Refly.
Refly menuturkan, yang akan dibangun tidak hanya soal orang yang menduduki jabatan dewan pengawas tapi juga sistemnya.
"Saya kira dewan pengawas adalah sistem yang akan bakal merusak kinerja KPK ke depan," jelas Refly.
Sebab, menurut Refly ada overlapping dalam pengangkatan Dewan Pengawas KPK.
"Ini pengawas tapi juga memiliki fungsi yudisial, tapi dia bersifat pasif," ungkapnya.
Dewan Pengawas KPK hanya bisa memberikan izin penyadapan jika sudah ada gelar perkara.
Padahal, untuk melakukan gelar perkara, seharusnya sudah ada minimal dua alat bukti serta sudah ada calon tersangkanya.
"Jadi nanti soal kecepatan soal koordinasi, dan lain sebagainya itu tetap menjadi persoalan, jadi ada birokrasi yang akan panjang, itu satu soal yang harus kita selesaikan," paparnya.
Persoalan yang kedua, terkait dengan orang-orang yang akan menduduki jabatan Dewan Pengawas KPK.
Refly menyebut, Altidjo Alkostar yang merupakan satu dari lima anggota Dewan Pengawas yang dipilih Presiden Jokowi.
Menurut Refly, Altidjo Alkostar adalah sosok yang luar biasa.
Altidjo Alkostar adalah mantan hakim Mahkamah Agung (MA).
Altidjo Alkostar terkenal sebagai hakim yang tidak berkompromi dengan hukuman para koruptor.
"Artidjo lah yang membuat para koruptor ini tidak berani mengajukan kasasi ke MA, karena kalau mengajukan kasasi bukannya diperingan hukumannya, tapi malah diperberat, akibatnya rata-rata kapok kan," jelas Refly.
Namun, menurut Refly, setelah Altidjo Alkostar tidak ada, MA sekarang justru menjadi agak lembek.
"Di tingkat bawah KPK sudah mulai kalah, padahal sebelumnya kemenangannya 100 persen," ujarnya.
Refly menegaskan, sebenarnya bukan persoalan kalah atau menang, tapi sejauh mana KPK kuat membawa sebuah kasus ke depan pengadilan.
"Dan sejauh mana rakyat bisa mengawal kasus itu, kenapa begitu? Karena negara masih lemah dari sisi penegakkan hukum," ungkapnya.
Menurut Refly, rangkaian itu sudah tidak ada lagi.
Lebih lanjut, Refly menjelaskan, dewan pengawas yang ada ini bukanlah eksekutif dan sifatnya pasif.
Refly menambahkan, UU KPK yang sekarang setelah direvisi, sedikit banyak telah melemahkan KPK.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)