Yenny Wahid Ungkap Gus Dur Tebiasa Bantu Sang Istri Cuci Piring dan Bungkus Kacang
Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid menceritakan sosok ayahnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
"Konstruksi sosial, agama, budaya di keluarga itu menyebabkan perempuan walaupun di konstitusi diberikan kesamaan kesempatan. Namun saat dididik mulai diperut, kemudian besar, tidak semua keluarga memperlakukan anak perempuan dan laki-laki sama," kata Sri Mulyani.
Baca: Terlalu Sibuk, Prilly Latuconsina Sempat Tersesat di Rumah Barunya
Menurut dia, sebagian warga Indonesia masih mengenal "Patrilineal", suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah.
Kemudian, kata dia, seorang ibu menempatkan diri sebagai "Konco Wingking".
"Konco Wingking" dikenal di budaya Jawa dan kadang dianggap berkonotasi negatif, di mana perempuan harus selalu di belakang suaminya.
Baca: Sri Mulyani: Utamakan Dialog untuk Antisipasi Eksklusivitas Kelompok Agama
"Kemudian tertular kepada anak waktu memperlakukan anak laki-laki dan perempuan," katanya.
Ia mencontohkan kalau ada makanan enak, anak laki-laki akan diberi duluan.
Kemudian, bila ekonomi keluarga pas-pasan, anak yang harus terus sekolah laki-laki bukan perempuan.
"Itu memang konstruksi sosial keluarga dan bahkan kultural menyebabkan banyak perempuan di Indonesia merasakan beban besar," kata dia.
Baca: Bekas Lahan Parkir Thamrin 10 Disulap Anies Jadi Spot Kuliner Baru di Jakarta Pusat
Untuk itu, dia berharap, ke depan agar perempuan dapat lebih berkontribusi di segala sendi kehidupan masyarakat Indonesia.
Bahkan, dia menegaskan, bukan tidak mungkin perempuan dapat melakukan dan berprestasi lebih baik.
"Perempuan itu saya perhatikan merasa sukses selalu merasa kesepian. Itu karena mereka dianggap pengecualian atau ekseptional. Perempuan sukses harus diapresiasi tiga kali lebih hebat," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.