Kemenag Sebut Tak Ada Larangan Natal di Dharmasraya, Komnas HAM: Mau sampai Kapan Tak Ada Gereja?
Kemenag sebut tak ada larangan rayakan Natal di Dharmasraya dan Sijunjung, Komnas HAM bantah dan sebut dari dulu tak ada gereja di daerah itu.
Penulis: Ifa Nabila
Editor: Ayu Miftakhul Husna
![Kemenag Sebut Tak Ada Larangan Natal di Dharmasraya, Komnas HAM: Mau sampai Kapan Tak Ada Gereja?](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/komnas-ham-bahas-pelarangan-perayaan-natal-di-dharmasraya-sinjunjung-sumbar.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Kasubbid Pengembangan Dialog dan Multikultural PKUB Kemenag, Paulus Tasik Galle menegaskan tak ada pelarangan perayaan Natal di beberapa desa di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menyebut sebenarnya pelarangan itu masih ada meski akar permasalahannya adalah hal teknis lantaran tidak adanya gereja resmi di wilayah itu.
Dilansir Tribunnews.com, hal itu diungkap Choirul dalam tayangan Apa Kabar Indonesia Malam unggahan kanal YouTube Talk Show tvOne, Senin (23/12/2019).
Choirul memandang, meski kabar pelarangan merayakan Natal itu tidak disertai surat perintah resmi, namun tetap saja ada imbauan agar umat Kristen tidak merayakan Natal di sana.
"Memang, kalau kami menganggapnya memang ini ada pelarangan walaupun tidak harus bersifat formal begitu ya, tidak ada surat, macam-macam, tapi imbauan itu agar tidak merayakannya," ujar Choirul.
Choirul mengungkap penyebab dari kasus ini adalah tidak adanya gereja yang berdiri tetap secara resmi di dua kabupaten itu.
"Memang akar masalahnya adalah soal rumah ibadah, lah ini yang menurut kami memang harus ada jalan keluar," ungkapnya.
Ia kemudian menyinggung soal Peraturan Bersama Menteri (PBM) antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mengenai pendirian rumah ibadah.
Diketahui, dalam PBM tahun 2006 itu terdapat batas minimal penganut suatu agama, yakni 90 orang, dan baru akan diizinkan membuat rumah ibadah.
Dari peraturan itu, Choirul menyebut jika memang penganut Kristiani di wilayah itu belum mencapai batas minimal, maka seharusnya ada rumah ibadah sementara.
Rumah ibadah itu juga tak serta merta berdiri, melainkan berdasarkan persetujuan kepala daerah.
"Dalam PBM dua menteri itu, jalan keluarnya sederhana kok," kata Choirul.
"Yang pertama kalau memang tidak mencukupi kuota, ya bikin rumah ibadah sementara, dan itu diskresial oleh kepada daerah," sambungnya.
Choirul menyayangkan sebenarnya kasus seperti ini harusnya sudah lama selesai dan tak perlu berlarut-larut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.