Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gus Mus Unggah Fotonya Bersama Gus Dur Sewaktu Kuliah di Mesir

KH.Mustofa Bisri membagikan foto kebersamaan dengan sahabat dekatnya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika menjalani pendidikan di kairo, Mesir.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Gus Mus Unggah Fotonya Bersama Gus Dur Sewaktu Kuliah di Mesir
KOLASE TRIBUN JATENG
Inilah Foto Gus Dur dan Gus Mus saat Kuliah di Mesir 

TRIBUNNEWS.COM - KH.Mustofa Bisri membagikan foto kebersamaan dengan sahabat dekatnya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika menjalani pendidikan di kairo, Mesir.

Foto tersebut dibagikan KH.Mustofa Bisri atau yang disapa Gus Mus di akun Instagram pribadinya @s.kakung, pada Kamis (26/12/19).

Dalam foto tersebut, tampak Gus Dur mengenakan kemeja lengan panjang putih.

Saat itu rambut Gus Dur tampak dibelah tengah.

Sementara Gus Mus mengenakan pakaian hitam lengan panjang.

Gus Dur dan Gus Mus tampak berdiri berdampingan.

Dalam keterangannya, Gus Mus ini mengaku berkenalan dengan Gus Dur sejak tahun 1964 di Mesir.

BERITA REKOMENDASI

Gus Mus mengaku pertama kali bertemu dengan Gus Dur ia seolah-olah sudah begitu dekat.

Gus Mus selalu tertarik untuk berdiskusi dengan Gus Dur.

Meski sudah mengenal dekat, Gus Dur tidak pernah menceritakan sosok dirinya.

Bahkan ketika Gus Mus berkunjung ke rumah Gus Dur di Jakarta, ia juga tidak mendengar tentang sosok Gus Dur.

Gus Mus mengatakan sikap Gus Dur saat pertemuan pertamanya seolah-olah sudah sangat mengenal.

Gus Dur menurutnya tidak pernah basa-basi.

Sikap Gus Dur itu malah membuat Gus Mus merasa canggung.

Setelah itu, Gus Mus membeberkan jika ia memanggil Gus Dur dengan sebutan 'Mas'.

Sementara Gus Dur menyebut Gus Mus dengan sapaan 'Mus'.

Gus Mus menceritakan bahwa Gus Dur selalu berpikir luas.

Ketika Gus Mus masih memikirkan kuliah dan menghadapi ujian, Gus Dur sudah memikirkan tentang Indonesia.

Sementara itu, ketika Gus Mus baru memikirkan membangun rumah tangga, Gua Dur sudah memikirkan bagaimana membangun peradaban dunia.

Menurut Gus Mus, sosok Gus Dur selalu mendahulukan Allah, sehingga Gus Dur kerap mengatakan 'begitu saja kok repot'.

Karena menurut Gus Dur apa yang terjadi di dunia ini sudah kehendak Allah.

Berikut cerita Gus Mus selengkapnya:

"Sosok di sebelahku ini sejak pertama kali aku mengenalnya (di Kairo Mesir, tahun 1964), sudah menarik hatiku. Sebelumnya, melihat wajahnya saja belum pernah.

Pada waktu aku ke rumahnya di Jakarta dan bertemu ibundanya, sama sekali tak ada diceritakan tentang dirinya dan keberadaannya di Mesir.

Tapi begitu berjumpa, sikapnya seolah-olah dia sudah mengenalku sejak lama. Tak ada basa-basi lazimnya orang baru bertemu dan berkenalan.

Justru aku yang canggung dengan sikapnya yang tidak umum itu.

Dan sudah sejak pertemuan ('tanpa perkenalan') itu, dia memanggilku "Mus" dan aku memanggilnya "Mas". (Baru ketika pulang di tanah air, ketika orang-orang memanggilnya "Gus", dia pun memanggilku "Gus", meski aku tetap memanggilny "Mas").

Alhamdulillah, di rumah aku punya kakak (Almarhum KH. Cholil Bisri) yang seperti sahabat karib dan di perantauan, Allah menganugerahiku sahabat karib yang seperti saudara ini.

Di dekatnya, aku selalu merasa kecil.

Mungkin karena, aku selalu memperhatikan pikiran-pikirannya yang besar. Sering apa yang kupikir besar, dia bisa menjelaskan bahwa itu hanya perkara sepele;

meski dia tidak selalu menjelaskannya. Sementara aku masih sibuk memikirkan kuliah dan persiapanku menghadapi ujian, dia sudah memikirkan Indonesia dan bagaimana bisa mempersiapkan khidmah yang optimal bagi negeri yang dicintainya itu.

Ketika aku baru memikirkan bagaimana setelah pulang nanti aku membangun rumah tangga, dia sudah memikirkan bagaimana membangun peradaban dunia.

Baginya dunia ini --termasuk kekuasaan-- hanyalah main-main dan senda gurau belaka, seperti difirmankan olehTuhannya sendiri. (Q. 6: 32, Q. 47: 46, Q. 57: 20). Baginya, yang terbesar dan terpenting ialah Allah, kemudian hamba-hambaNya.
Karena itu ungkapannya "Begitu saja kok repot..." , bagiku, bukan ungkapan majaz atau kinayah belaka.

Ya Allah, rahmatilah saudaraku, Abdurrahman Wahid, dan juga saudaraku KH. Cholil Bisri, sebagaimana Engkau merahmati kekasih-kekasihMu. Al-Fãtihah," tulis Gus Mus.

 Sosok Gus Mus

Melansir dari gusmus.net, alumnus dan penerima beasiswa dari Universitas Al Azhar Cairo (Mesir, 1964-1970) untuk studi islam dan bahasa arab.

Sebelumnya menempuh pendidikan di SR 6 tahun (Rembang, 1950-1956), Pesantren Lirboyo (kediri, 1956-1958), Pesantren Krapyak (Yogyakarta, 1958-1962), Pesantren Taman Pelajar Islam (Rembang, 1962-1964).

Gus Mus dilahirkan di Rembang, 10 Agustus 1944, Gus Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) beruntung dibesarkan dalam keluarga yang patriotis, intelek, progresif sekaligus penuh kasih sayang.

Kakeknya (H. Zaenal Mustofa) adalah seorang saudagar ternama yang dikenal sangat menyayangi ulama.

Dinaungi bimbingan para kiai dan keluarga yang saling mengasihi, yatim sejak masih keciltidak membuat pendidikan anak-anak H. Zaenal Mustofa terlantar dalam pendidikan mereka.

Buah perpaduan keluarga H. Zaenal Mustofa dengan keluarga ulama bahkan terpatri dengan berdirinya “Taman Pelajar Islam” (Roudlatuth Tholibin), pondok pesantren yang kini diasuh Gus Mus bersaudara.

Pondok ini didirikan tahun 1955 oleh ayah Gus Mus, KH. Bisri Mustofa.

Sosok Gus Dur

Melansir dari gusdur.net, pertama kali belajar, Gus Dur kecil belajar pada sang kakek, K.H. Hasyim Asy'ari.

Saat serumah dengan kakeknya, ia diajari mengaji dan membaca al-Qur'an. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca al-Qur'an.

Pada saat sang ayah pindah ke Jakarta, di samping belajar formal di sekolah, Gus Dur masuk juga mengikuti les privat Bahasa Belanda.

Guru lesnya bernama Willem Buhl, seorang Jerman yang telah masuk Islam, yang mengganti namanya dengan Iskandar.

Untuk menambah pelajaran Bahasa Belanda tersebut, Buhl selalu menyajikan musik klasik yang biasa dinikmati oleh orang dewasa.

Inilah pertama kali persentuhan Gu Dur dengan dunia Barat dan dari sini pula Gus Dur mulai tertarik dan mencintai musik klasik.

Gus Dur ketika Kuliah di Mesir

Terdapat kondisi yang menguntungkan saat Gus Dur berada di Mesir, di bawah pemerintahan Presiden Gamal Abdul Nasr, seorang nasioonalis yang dinamis, Kairo menjadi era keemasan kaum intelektual.

Kebebasan untuk mengeluarkkan pendapat mendapat perlindungan yang cukup.

Pada tahun 1966 Gus Dur pindah ke Irak, sebuah negara modern yang memiliki peradaban Islam yang cukup maju. Di Irak ia masuk dalam Departement of Religion di Universitas Bagdad samapi tahun 1970.

Selama di Baghdad Gus Dur mempunyai pengalaman hidup yang berbeda dengan di Mesir.

Di kota seribu satu malam ini Gus Dur mendapatkan rangsangan intelektual yang tidak didapatkan di Mesir.

Pada waktu yang sama ia kembali bersentuhan dengan buku-buku besar karya sarjana orientalis Barat.

Ia kembali menekuni hobinya secara intensif dengan membaca hampir semua buku yang ada di Universitas.

Di luar dunia kampus, Gus Dur rajin mengunjungi makam-makam keramat para wali, termasuk makam Syekh Abdul Qadir al-Jailani, pendiri jamaah tarekat Qadiriyah.

Ia juga menggeluti ajaran Imam Junaid al-Baghdadi, seorang pendiri aliran tasawuf yang diikuti oleh jamaah NU. Di sinilah Gus Dur menemukan sumber spiritualitasnya.

Kodisi politik yang terjadi di Irak, ikut mempengaruhi perkembangan pemikiran politik Gus Dur pada saat itu.

Kekagumannya pada kekuatan nasionalisme Arab, khususnya kepada Saddam Husain sebagai salah satu tokohnya, menjadi luntur ketika syekh yang dikenalnya, Azis Badri tewas terbunuh.

Selepas belajar di Baghdad Gus Dur bermaksud melanjutkan studinya ke Eropa. Akan tetapi persyaratan yang ketat, utamanya dalam bahasa-misalnya untuk masuk dalam kajian klasik di Kohln, harus menguasai bahasa Hebraw, Yunani atau Latin dengan baik di samping bahasa Jerman-tidak dapat dipenuhinya, akhirnya yang dilakukan adalah melakukan kunjungan dan menjadi pelajar keliling, dari satu universitas ke universitas lainnya.

Pada akhirnya ia menetap di Belanda selama enam bulan dan mendirikan Perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di Eropa.

Untuk biaya hidup dirantau, dua kali sebulan ia pergi ke pelabuhan untuk bekerja sebagai pembersih kapal tanker. Gus Dur juga sempat pergi ke McGill University di Kanada untuk mempelajari kajian-lkajian keislaman secara mendalam.

Namun, akhirnya ia kembali ke Indoneisa setelah terilhami berita-berita yang menarik sekitar perkembangan dunia pesantren.

Perjalanan keliling studi Gus Dur berakhir pada tahun 1971, ketika ia kembali ke Jawa dan mulai memasuki kehidupan barunya, yang sekaligus sebagai perjalanan awal kariernya.

Meski demikian, semangat belajar Gus Dur tidak surut.

Buktinya pada tahun 1979 Gus Dur ditawari untuk belajar ke sebuah universitas di Australia guna mendapatkkan gelar doktor.

Akan tetapi maksud yang baik itu tidak dapat dipenuhi, sebab semua promotor tidak sanggup, dan menggangap bahwa Gus Dur tidak membutuhkan gelar tersebut.

Memang dalam kenyataannya beberapa disertasi calon doktor dari Australia justru dikirimkan kepada Gus Dur untuk dikoreksi, dibimbing yang kemudian dipertahankan di hadapan sidang akademik. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Inilah Foto Gus Dur dan Gus Mus saat Kuliah di Mesir, https://jateng.tribunnews.com/2019/12/26/inilah-foto-gus-dur-dan-gus-mus-saat-kuliah-di-mesir?page=all.

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas