Ketua MA Mohon Maaf Tak Semua Rekomendasi KY Bisa Dilaksanakan
Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali, memohon maaf karena tidak semua rekomendasi penjatuhan sanksi dari Komisi Yudisial (KY) ditindaklanjuti.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali, memohon maaf karena tidak semua rekomendasi penjatuhan sanksi dari Komisi Yudisial (KY) ditindaklanjuti.
"100 persen, kami merespon rekomendasi KY tentang hakim yang dilaporkan. Kalau ada rekomendasi dari KY yang tidak dilaksanakan, kami minta maaf," kata dia, dalam sesi jumpa pers di kantor MA, Jumat (27/12/2019).
Dia menjelaskan, Undang-Undang Dasar 1945, selaku konstitusi, menjamin independensi dan kemerdekaan hakim pada saat mengadili dan memutus suatu perkara.
Dia menegaskan, MA hanya berwenang menindaklanjuti rekomendasi KY terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim.
"Kalau kesalahan teknis tidak bisa dihukum. Tetapi sepanjang menyangkut kode etik, tidak pernah ada yang tidak dilaksanakan," kata dia.
Dia mengungkapkan pada tahun 2019 terdapat 41 rekomendasi penjatuhan sanksi dari KY, 11 rekomendasi telah ditindaklanjuti, 19 rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti karena menyangkut masalah teknis yudisial, lima rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti karena menyangkut substansi putusan, dan enam rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti karena terlapor sudah dijatuhi sanksi oleh MA atas kasus yang sama.
"Ada perkara nebis in idem. Kalau sudah dijatuhi sanksi tidak bisa untuk kasus yang sama," tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY), Sukma Violetta mengatakan KY merekomendasikan sanksi terhadap 130 hakim karena terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEEPH).
Pelanggaran paling banyak adalah pelanggaran hukum acara yang dilakukan oleh 79 hakim, perilaku murni 33 hakim, dan pelanggaran administrasi 18 hakim. Mereka dijatuhkan sanksi selama periode 2 Januari-23 Desember 2019.
Hakim paling banyak dijatuhi sanksi berasal DKI Jakarta (30 hakim), Sumatera Utara (18 hakim), Riau (16 hakim), Sulawesi Selatan (11 Hakim), Bali (9 hakim), dan Jawa Timur (8 hakim).
Dia menjelaskan, sanksi itu diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan dan Sidang Pleno oleh anggota KY. Selama periode itu, KY menangani lanjutan terhadap 478 register terdiri atas 98 register tahun 2019 dan di bawah 2019 ada 380 register. Khusus register di tahun 2019, ada sebanyak 71 register selesai di bawah waktu 60 hari.
Di sidang pleno diputuskan ada 83 laporan pelanggaran yang terbukti dan 395 laporan tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Setelah itu, kata dia, sekomendasi sanksi tersebut disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk implementasi pelaksanaan sanksi.
Untuk kemudian, dia melanjutkan, proses penanganan dilakukan melalui pemeriksaan terhadap berbagai pihak (pelapor dan saksi) yang dilengkapi pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), mengumpulkan bukti-bukti yang detail sebelum memeriksa hakim dan mengenakan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan.
Namun, dia menyayangkan, MA seringkali tidak menindaklanjuti putusan sanksi KY. Menurut dia, MA hanya menindaklanjuti 10 usulan dari 130 sanksi hakim.
Sementara terhadap 62 usulan sanksi, MA memutuskan tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan teknis yudisial.
Enam usulan sanksi, sampai saat ini belum mendapat respon dari MA tentang bagaimana pelaksanaan riil dari sanksi tersebut. Untuk 52 putusan yang tersisa, KY masih melakukan proses minutasi putusan.
Dari 130 hakim yang terbukti bersalah, 91 hakim dijatuhi sanksi ringan, 31 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 8 hakim dijatuhi sanksi berat. Sanksi ringan berupa pernyataan tidak puas secara tertulis untuk 38 hakim, teguran lisan untuk 18 hakim, dan teguran tertulis untuk 35 hakim.
Untuk sanksi sedang, dua hakim diberikan sanksi non-palu selama dua bulan, satu bulan sanksi non-palu selama tiga bulan untuk 1 hakim, sanksi non-palu selama enam bulan untuk 6 hakim, penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun untuk 14 hakim, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun terhadap 4 hakim, penundaan kenaikan gaji berkala selama enam bulan untuk 1 hakim, dan penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala selama satu tahun untuk 3 hakim.
Untuk sanksi berat, KY memutuskan melakukan pemberhentian dengan hak pensiun untuk 2 hakim, pemberhentian tidak dengan hormat untuk 4 hakim, dan sanksi non-palu selama dua tahun untuk 2 hakim.
Adapun pelanggaran hukum acara adalah jenis pelanggaran kode etik terbanyak yang dilakukan. Bentuk kesalahannya adalah tidak cermat dalam membuat putusan, mengabaikan bukti, melanggar azas sederhana, cepat dan biaya ringan, dan lainnya.
Pelanggaran kode etik lainnya adalah perilaku murni seperti berpihak, berkomunikasi dengan pihak berperkara, suap atau gratifikasi, selingkuh, dan berkata tidak pantas.