Tambah Jabatan Wakil Kepala Staf Kepresidenan, Jokowi Jalankan Politik Akomodasi? Ini Kata Pengamat
Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai kebijakan penambahan posisi Wakil Kepala Staf Kepresidenan merupakan politik akomodatif presiden.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Daryono
"Jika akomodasi politik lebih diutamakan ketimbang urgensi maka sesungguhnya Presiden berada pada posisi yang lemah dan tidak mampu berkutik, menghindar, atau melawan tekanan politik," kata Pangi.
Sementara itu, dilansir dari Kompas.com, Fadjroel membantah pos Wakil Kepala Staf Kepresidenan dimunculkan hanya untuk bagi-bagi jatah kursi.
Ia memastikan pos baru ini akan diisi oleh tokoh profesional.
"Dari pembicaraan kami dengan Moeldoko juga, bahwa mereka adalah profesional," terangnya.
"Profesional itu kan bisa berasal dari partai, non-partai," sambung Fadjroel.
Wakil Kepala Staf Kepresidenan
Posisi Wakil Kepala Staf Kepresidenan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2019 Tentang Kantor Staf Presiden.
Menurut Perpres ini Kantor Staf Presiden terdiri dari:
a. Kepala Staf Kepresidenan
b. Wakil Kepala Staf Kepresidenan
c. Deputi
d. Tenaga Profesional.
Menurut rilis Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, penambahan posisi Wakil Kepala Staf Kepresidenan diputuskan dalam rangka meningkatkan kelancaran pengendalian program-program prioritas nasional, penyelenggaraan komunikasi politik kepresidenan, serta pengelolaan isu strategis.
Sama seperti Kepala Staf Kepresidenan, Wakil Kepala Staf Kepresidenan diangkat dan diberhentikan oleh presiden dan memiliki masa jabatan maksimal lima tahun.