Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Beda Pendapat dengan Anies, Menteri PUPR Basuki Langsung: Saya Tak Dididik untuk Berdebat

Beda dengan Anies Baswedan, BasMenteri PUPR Basuki Hadimuljono langsung gambar rancangan normalisasi Ciliwung untuk buktikan pendapat soal normalisasi

Penulis: Ifa Nabila
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Beda Pendapat dengan Anies, Menteri PUPR Basuki Langsung: Saya Tak Dididik untuk Berdebat
TribunMataram Kolase/ Kompas.com
Menteri PUPR bantah silang pendapat dengan Anies Baswedan 

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono berbeda pendapat dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengenai pencegahan banjir di Kali Ciliwung.

Basuki menghendaki sepanjang Kali Ciliwung agar dilakukan normalisasi, sedangkan Anies menginginkan naturalisasi.

Ketika ditanya soal perbedaan pendapat itu, Basuki langsung menggambar skema normalisasi di Kali Ciliwung di depan para wartawan.

Dilansir Tribunnews.com dari video unggahan kanal YouTube KOMPASTV, Jumat (3/1/2020), awalnya, Basuki menanggapi pendapat Anies yang sempat menyebut wilayah yang sudah dinormalisasi masih terjadi banjir.

Basuki menyebut seharusnya Anies bisa lebih teliti saat terjun ke lapangan.

"Ya itu harus lihat detail, saya punya skemanya," ujar Basuki.

Basuki yang mengaku enggan berdebat langsung mengambil pulpen dari sakunya dan membuka sebuah buku bersampul merah.

Berita Rekomendasi

"Saya enggak mau debat, saya tidak dididik untuk berdebat," tegas Basuki.

"Gini ya, saya sudah datangi," ujar Basuki seraya membuka bukunya.

"Ini ada Sungai Ciliwung kan," kata Basuki sambil menggambar garis sejajar agak melengkung sebagai gambaran Kali Ciliwung.

"Ini ada jembatan."

Menteri PUPR Basuki beda dari Anies Baswedan dan langsung gambar rancangan ciliwung
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menggambar skema Kali Ciliwung saat ditanya soal beda pendapat dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Yang ini sudah dinormalisasi dua-duanya," kata Basuki sambil menebalkan garis sepanjang sungai tanda sudah dinormalisasi.

"Kelihatannya kalau enggak keliru ini di SMA 8 mana ya," ucap Basuki.

"Jadi yang ini belum," kata Basuki menggambar garis lain menandai daerah yang belum dinormalisasi.

Basuki kemudian menjelaskan bahwa wilayah Kampung Pulo belum dinormalisasi, sehingga aliran air mengarah ke sana.

"Ini kan Kampung Pulo di sini, Bukit Duri (belum dinormalisasi), sehingga di sini tembus airnya, ini daerah rendah," terang Basuki.

"(Aliran air) muter, jadi kelihatan banjir," imbuhnya.

Melihat air yang menggenangi wilayah itu, Basuki menegaskan banjir tidak melimpas, atau tidak sampai ke daerah yang sudah dinormalisasi.

"Tapi tidak melimpas. Bukan berarti melimpasi parapet yang kita bikin, tidak melimpas ini, kan bersih," jelasnya.

"Belum semuanya selesai (dinormalisasi)."

Berikut video lengkapnya:

Ahli Tata Kota Sebut Usulan Kementerian PUPR Lebih Mungkin

Ahli Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga menyebut usulan Kementerian PUPR lebih mungkin untuk dilakukan.

Dilansir Tribunnews.com, hal ini diungkapkan Nirwono dalam tayangan Breaking News unggahan YouTube Talk Show tvOne, Rabu (1/1/2020).

Awalnya, Nirwono menyebut wilayah pemukiman yang berada di sekitar sungai memang rawan banjir akibat luapan air.

"Sebagian besar pemukiman yang berada dekat dengan bantaran kali itu yang terdampak karena luapan air sungai yang melebihi dari kapasitas," ujar Nirwono.

Nirwono menyayangkan hingga saat ini perbedaan pendapat antara Anies dan Basuki membuat antisipasi banjir di wilayah sungai belum optimal.

"Itulah yang kemudian kemarin antara Menteri PUPR Pak Basuki dan juga Gubernur DKI membahas penyelesaian bantaran kali ini mau apa," kata Nirwono.

"Mau normalisasi atau naturalisasi? Tapi sayangnya sampai dengan kemarin masih berbeda pendapat," sambungnya.

Nirwono berharap dalam waktu dekat sudah ada kesepakatan antara Anies dan Basuki.

"Sebenarnya masyarakat tidak mempersoalkan, mau pendekatannya naturalisasi atau normalisasi, yang penting itu kali dibenahi," pesan Nirwono.

Nirwono menjelaskan yang membedakan antara naturalisasi dan normalisasi adalah pada penyelesaian sepanjang pinggiran sungai setelah dilebarkan.

"Sebenarnya perbedaan signifikan itu hanya pada waktu penyelesaian kiri kanan saja. Tetapi prinsip dasarnya, satu, sungai tadi harus dilebarkan," terang Nirwono.

Nirwono memberi contoh sungai Ciliwung yang baru sebagian dinormalisasi.

Sungai Ciliwung rencananya akan secara keseluruhan dilebarkan sekitar 15 meter sehingga pemukiman di sepanjang sungai harus dipindahkan.

"Kalau kita bicara Ciliwung yang kemarin juga sempat banjir, lebar sungai Ciliwung yang sekarang hanya 20 meteran, itu akan dilebarkan menjadi 35 meter," jelas Nirwono.

"Dan itu artinya sebelah kiri diambil 7,5 meter, sebelah kanan diambil 7,5 meter," imbuhnya.

"Yang artinya seluruh pemukiman di sepanjang lebar 7,5 meter tadi harus direlokasi."

Nirwono kemudian menjelaskan perbedaan paling jelas antara naturalisasi dan normalisasi.

Warga asyik menonton tinggi aliran air yang mengalir di Kali Ciliwung  dari Jalan Abdulah Syafei, Bukit Duri, Jakarta Selatan Rabu(1/1/2020).
Warga asyik menonton tinggi aliran air yang mengalir di Kali Ciliwung dari Jalan Abdulah Syafei, Bukit Duri, Jakarta Selatan Rabu(1/1/2020). (WARTA KOTA/henry lopulalan)

Normalisasi usulan Kementerian PUPR menjadikan kanan kiri sungai tanggul beton, sedangkan naturalisasi usulan Anies menjadikannya lahan hijau.

"Setelah itu selesai, baru Kementerian PUPR melakukan penataan, nah di sinilah perbedaan prinsip dasarnya," kata Nirwono.

"Kalau penyelesaian yang dilakukan Kementerian PUPR ini kan dibuat pakai sheet pile beton, nah itulah yang kemudian disebut dengan nama normalisasi."

"Sementara Pak Anies maunya kiri kanannya yang sudah dibebaskan nanti itu itu dibikin seperti kemiringan landai dan dihijaukan. Itulah yang kemudian yang disebut naturalisasi."

Nirwono berpendapat sulit jika seluruh wilayah pinggiran sungai di Jakarta diberlakukan naturalisasi.

"Persoalannya, kalau kita lihat di kesediaan ruang yang tersedia di wilayah DKI Jakarta, tidak bisa semuanya dinaturalisasi," kata Nirwono.

Menurut Nirwono, usulan normalisasi lebih mungkin untuk dilakukan mengingat kebutuhan relokasi pemukiman lebih minim.

"Tapi memungkinkan untuk semua dinormalisasi?" tanya pembawa acara Kamaratih Kusuma.

"Sangat dimungkinkan dinormalisasi, karena lebar lahannya juga terbatas," jawab Nirwono.

Nirwono menyebut naturalisasi membutuhkan lahan yang lebih lebar.

Konsekuensinya adalah, akan ada lebih banyak pemukiman yang direlokasi ke rumah susun terdekat.

Hal inilah yang menurut Nirwono kurang memungkinkan.

"Tetapi di sini bisa dipadukan. Kalau lahan-lahannya itu cukup lebar, bisa dilakukan naturalisasi, tetapi untuk lahan-lahan yang sempit, hanya bisa dilakukan normalisasi," jelas Nirwono.

"Kalau nanti itu semua dinaturalisasi, maka semakin banyak rumah yang harus direlokasi, ini kan persoalannya di situ," imbuhnya.

Berikut video lengkapnya:

(Tribunnews.com/Ifa Nabila)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas