Sebanyak 53 Orang Meninggal dalam Bencana Banjir dan Tanah Longsor di Jabodetabek, 1 Masih Hilang
Data terbaru BNPB mencatat hingga Sabtu (4/1/2020) pukul 10.00 WIB, jumlah pengungsi di Jabodetabek mencapai 173 ribu orang, 53 meninggal, 1 hilang.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di wilayah Jabodetabek berdampak pada ratusan ribu warga.
Data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Sabtu (4/1/2020) pukul 10.00 WIB, jumlah pengungsi di Jabodetabek mencapai lebih dari 173 ribu orang.
Dikutip dari bnpb.go.id, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo mengungkapkan jumlah pengungsi naik menjadi 173.064 orang (39.627 KK).
Jumlah tersebut tidak berbeda dari data per hari Jumat (3/1/2020) malam.
Jumlah pengungsian total di Jabodetabek berjumlah 177 titik.
Sementara itu jumlah korban meninggal bertambah menjadi 53 orang.
Bertambahnya korban meninggal akibat banjir diketahui berasal dari Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak.
Sementara itu satu orang masih dikabarkan hilang.
Tercatat 103 kecamatan di Jabodetabek terdampak banjir dan longsor.
Baca Juga: Anies Baswedan Bantah Jokowi Soal Penyebab Banjir, Ma'ruf Amin: Upaya Pencegahan Belum Maksimal
Sementara itu dari data tersebut, Kota Bekasi menjadi yang paling parah terdampak.
Sebanyak 18 kecamatan dan 51 kelurahan di Kota Bekasi terdampak banjir.
Jumlah pengungsi dari Kota Bekasi juga menjadi yang paling banyak dengan 149.537 jiwa.
Sementara itu tercatat ada 97 titik pengungsian di Kota Bekasi.
Dilaporkan, sembilan warga Kota Bekasi meninggal dalam bencana ini.
Korban jiwa dalam banjir dan tanah longsor di Jabodetabek hingga Jumat malam tercatat berjumlah 46 orang.
Korban meninggal paling banyak diketahui dari Kabupaten Bogor yakni 11 orang.
Penyebab Banjir
Sementara itu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan beberapa faktor banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya di awal tahun 2020 ini.
"Ada yang daerah kontribusinya karena masalah curah hujan saja, ada yang kontribusinya karena ukuran saluran, ada yang kontribusinya karena faktor-faktor yang lain. Jadi ini bukan single variable problem, ini multiple variable," kata Anies dilansir Kompas.com.
Sementara itu penyebab banjir secara lebih lanjut disebut Anies Baswedan akan dilakukan seusai proses evakuasi rampung.
"Banjir Jakarta harus diselesaikan secara lebih komprehensif. Caranya yaitu mengendalikan volume air dari hulu yang akan masuk ke Jakarta," kata Anies.
Anies mengaku, Jakarta seringkali menerima kiriman air dalam jumlah besar dari hulu.
Tingginya volume air kiriman dari hulu, kata dia, seringkali menyebabkan Jakarta menjadi banjir.
"Pengendalian air di kawasan hulu dengan membangun dam, waduk, embung, sehingga ada kolam-kolam retensi untuk mengontrol, mengendalikan, volume air yang bergerak ke arah hilir," kata Anies.
Anies menyebut banjir Jakarta akan efektif dikendalikan dengan memperbanyak pembangunan kolam-kolam retensi di hulu.
"Dengan cara seperti itu (pembangunan kolam retensi), Insya Allah bisa, tapi itu semua kan kewenangannya di pusat ya. Jadi kita lihat nanti pemerintah pusat," ucapnya.
Anies diketahui mengandalkan Waduk Ciawi dan Sukamahi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Anies berharap, proyek pembangunan dua waduk yang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu bisa rampung tepat waktu.
"Dengan waduk yang selesai tepat waktu sesuai rencana, maka itu akan bisa mengendalikan lebih dari 30 persen air yang datang ke kawasan pesisir, kawasan muara," kata Anies.
Diketahui wilayah Jakarta dan sekitarnya diterjang banjir pada Rabu (1/1/2020).
Sementara itu Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung Barat, dan Karawang ditetapkan sebagai wilayah tanggap darurat bencana.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Nursita Sari)