Istana Buka Suara Soal Konflik Natuna: Tegas Peratahankan Kedaulatan Indonesia
Juru Bicara (Jubir) Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman menyampaikan bahwa Pemerintah tegas dalam meyikapi konflik Perairan Natuna.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Ayu Miftakhul Husna
Ketiga, China merupakan party dari UNCLOS 1982.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi China untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982.
Empat, Indonesia tidak akan pernah mengakui nine dash line atau klaim sepihak yang dilakukan oleh China , yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, khususnya UNCLOS 1982.
Dikutip dari Kompas.com, nine dash line atau sembilan garis putus merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Sementara itu, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti sebelumnya merasa geram dengan adanya kapal China yang memasuki perairan Natuna.
Ia meminta agar ada ketegasan dari pemerintah Jokowi.
Menurutnya, sikap diplomatis yang diambil oleh pemerintah kurang tepat.
Melalui akun Twitter resminya, @susipudjiastuti, Susi meminta agar pemerintah dapat membedakan antara pencurian ikan dengan persahabatan negara.
"Perlakukan Pencuri Ikan dengan penegakan hukum atas apa yg mereka lakukan. Dan ini berbeda dengan menjaga Persahabatan atau iklim investasi," tulis Susi pada Sabtu (4/1/2020).
Di sisi lain, Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Maju, Prabowo Subianto memastikan pemerintah akan memberikan solusi yang baik terkait konflik ini.
"Kita masing-masing punya sikap, jadi kita harus mencari solusi yang baik," ujar Prabowo yang dikutip dari Tribunnews.com.
Menurutnya China merupakan negara sahabat sehingga harus diselesaikan dengan baik.
Prabowo juga menyebut hal ini tidak akan menghambat investasi dengan China.
Saat disinggung terkait penambahan personel TNI untuk pengamanan Perairan natuna, Prabowo menanggapinya santai.
"Kita cool saja, santai," ungkap Prabowo. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma/Nuryanti, Kompas.com/ Muhammad Idris)