Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sidak Ombudsman di Sejumlah Lapas Menuai Sorotan

Dalam konteks ini, negara bertindak mengayomi, membina dan melindungi masyarakat dan narapidana.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Sidak Ombudsman di Sejumlah Lapas Menuai Sorotan
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Anggota Ombudsman RI Adrianus Eliasta Meliala (kiri), bersama Kepala Kanwil Kemenkumham Jawa Barat Liberti Sitinjak (dua kiri), dan Kepala Lapas Sukamiskin, Abdul Karim (tiga kiri) meninjau kamar tahanan narapidana koruptor mantan Ketua DPR Setya Novanto di Lapas Kelas 1 Sukamiskin, Jalan AH Nasution, Kota Bandung, Jumat (20/12/2019). Dari sejumlah kamar tahanan yang ditinjau Adrianus seluruh pintunya dalam keadaan tidak dikunci karena sedang dalam proses renovasi, sedangkan dua kamar yang ditempati M Nazaruddin dan Ketua DPR Setya Novanto pintunya digembok. Sehingga untuk melihat ke dalam kamar tersebut petugas lapas terpaksa harus membukanya menggunakan palu dan mesin pemotong besi. Kunjungan Ombudsman RI itu, untuk meninjau renovasi kamar tahanan yang ada di Lapas Kelas 1 Sukamiskin. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

Pemerintah juga harus memastikan, ruangan kamar narapidana harus memenuhi persyaratan kesehatan, memiliki pencahayaan yang memadai, pengatur suhu dan ventilasi yang cukup.

Masing-masing kamar juga harus dilengkapi kamar mandi dengan suhu yang cocok.

Dengan mengacu pada The Nelson Mandela Rules' kata dia, Menteri hukum dan HAM juga telah menerbitkan Permenkumham nomor : M.01.PL tahun 2001 tentang Pola Bangunan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan menyatakan bahwa standar luas kamar pada lapas atau rutan adalah minimal 5,40 m2.

"Namun faktanya, hampir semua lapas dan rutan mengalami over capacity karena ketidakseimbangan antara yang masuk dan keluar," jelasnya.

Over capacity menimbulkan dampak buruk dan cenderung akan menimbulkan pelanggaran hak asasi narapidana, diantaranya, sanitasi menjadi buruk sehingga menimbulkan tekanan psikologis dan berbagai macam penyakit bahkan yang paling ekstrem menimbulkan kriminalitas baru didalam lapas/rutan.

"Semakin besar jumlah narapidana, maka potensi konflik semakin besar sehingga petugas Lapas akan lebih mengedepankan pendekatan keamanan sehingga pendekatan pembinaan atau rehabilitasi terhadap narapidana kurang mendapat perhatian," imbuhnya.

Terkait isu yang berkembang bahwa napi tipikor mendapat perlakuan khusus, tentu perlu didalami. Kondisi ini kasuistik dan juga terjadi pada narapidana non tipikor, sehingga tidak bisa digeneralisir bahwa semua napi tipikor mendapat perlakuan istimewa.

Berita Rekomendasi

Kalaupun ada, jumlah napi tipikor yang mendapat perlakuan istimewa jauh lebih kecil dibandingkan jumlah napi tipikor yang mencapai 4000 orang hanya dibawah 1 persen.

Artinya, jumlah napi tipikor yang tidak mendapatkan perlakuan istimewa jauh lebih besar.

Kedepannya kata dia, pemerintah perlu melakukan pembenahan di dalam lapas. Opini yang berkembang bahwa sistem kepenjaraan sebagai upaya balas dendam tanpa memandang hak asasi manusia harus diubah.

Disamping itu, masalah over capacity lapas harus segera dipecahkan agar hak-hak narapidana khususnya hak asasi bisa terpenuhi.

"Sehingga sangat tepat jika RUU tentang lembaga pemasyarakatan yang lebih manusiawi bisa secepatnya disahkan oleh DPR agar tidak ada pelanggaran hak asasi manusia di dalam lapas," tandasnya.

Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas (UI) Indonesia Ganjar Laksamana Bondan menyatakan apa yang dilakukan ORI ke Lapas Sukamiskin dan lapas lainnya masih bagian dari tupoksinya.

"Hanya saja memang apakah menjadi prioritas atau bukan?" ujarnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas