CSIS Sebut Tujuan Indonesia Perjuangkan Natuna Harus Realistis: Bukan di Lapangan tapi Diplomasi
Peniliti CSIS, Evan Laksmana mengungkapkan persoalan klaim China atas Natuna terletak pada cara diplomasi.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWS.COM - Peniliti CSIS, Evan Laksmana mengungkapkan persoalan klaim China atas Natuna terletak pada cara diplomasi.
Evan mengungkapkan, versi China untuk mengklaim Natuna yang berdasar dengan nine dash line adalah ilegal.
"Saya rasa masalahnya yang pertama adalah kita juga nggak boleh mengakui bahwa ada dua versi berbeda soal klaim," ujar Evan.
"Karena versi China sudah jelas ilegal, kita punya versi jelas di bawah UNCLOS," ungkapnya.
Diketahui, dasar yang dipakai China untuk mengklaim Perairan Natuna yang masuk wilayah Laut Cina Selatan adalah sembilan garis putus atau nine dash line.
Nine dash line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Pernyataan tersebut disampaikan Evan dalam acara Mata Najwa Trans7 yang diunggah di kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (9/1/2020).
Evan menyebut, dari Bakamla, TNI Angkatan Laut dan jajarannya memang harus berusaha dengan semua keterbatasan yang ada.
"Dan memang saya rasa sudah maksimal sebisa mungkin di lapangan," terang Evan.
Evan mengungkapkan, persoalan ini sudah terjadi berulang kali.
Oleh karena itu, persoalan ini bukan di lapangan soal kapal-kapal China yang ada di Natuna.
Namun, persoalan terletak pada diplomasi Indonesia dan China.
"Kenapa? Kita sudah mengeluarkan nota protes, nggak ada perubahan, kita sudah menyampaikan bahkan memanggil Duta Besar (Dubes) China ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu)," ungkap Evan.
Evan menungkapkan, persoalannya ada sebagaimana Indonesia harus bisa meningkatkan eskalasi.