KPK Belum Bisa Pastikan Akan Geledah Kantor DPP PDIP
Penggeledahan terkait kasus suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum bisa memastikan kapan menggeledah kantor Dewan Pimpinan Pusat Parta Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP) di Jakarta.
Penggeledahan terkait kasus suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sebenarnya, tim satgas lembaga antirasuah itu sempat ingin menyegel markas Partai Banteng pasca operasi tangkap tangan (OTT) pekan lalu, tapi gagal karena belum mendapatkan izin.
Sejauh ini baru kantor dan rumah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, salah satu tersangka kasus ini, yang digeledah tim KPK.
Baca: Penggeledahan Kantor PDIP Tunggu Persetujuan Dewas, Wakil Ketua KPK Khawatir Alat Bukti Hilang
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengaku belum dapat memastikan apakah lokasi berikutnya adalah kantor DPP PDIP yang menjadi target penggeledahan pihaknya.
"Mengenai tempat berikutnya yang akan digeledah, tentu kami belum bisa menyampaikan tempat mana yang akan dilakukan upaya paksa penggeledahan," ujar Ali saat dikonfirmasi, Selasa (14/1/2020).
Saat menggeledah rumah dan ruang kerja Wahyu, tim telah menyita sejumlah dokumen penting yang diduga berkaitan dengan kasus suap yang menderanya.
Ali menyampaikan, alasan merahasiakan proses penggeledahan yang akan dilakukan KPK, karena dikhawatirkan bisa mengaburkan barang bukti yang dicari KPK dalam kasus ini.
Meski begitu, Ali menyebut tim KPK memiliki strategi khusus dan target yang akan dituju dalam kasus yang juga telah menjerat dua orang kader PDIP Harun Masiku dan Saeful.
"Mengenai itu (penggeledahan), tentu penyidik KPK punya strategi. Kami punya target apa yg harus didapatkan di proses penyidikan. Selain kemarin di Gedung DPP PDIP yang enggak jadi, kami tunggu perkembangan apa lagi yang akan digeledah," kata Ali.
Baca: Harun Masiku Terbang ke Singapura Sebelum OTT, KPK Bantah Kecolongan
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu; kader PDIP Harun Masiku; dan Saeful selaku swasta.
Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang dan uang Rp400 juta dalam valuta dolar Singapura pada Rabu dan Kamis 8 - 9 Januari 2020.
KPK menduga Wahyu Setiawan melalui Agustiani menerima suap guna memuluskan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui mekanisme PAW untuk mengganti posisi Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019 atau sebelum hari pencoblosan.
Namun, dalam rapat pleno KPU memutuskan bahwa pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat usaha agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai penggantinya.
Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR pengganti antar waktu tersebut.
Dari serangkaian uang yang dialirkan, diduga Wahyu telah menerima Rp600 juta baik langsung maupun melalui Agustiani.
Adapun sumber uang Rp400 juta dari tangan Agustiani yang diduga ditujukan untuk Wahyu masih didalami KPK. Diduga dana itu dialirkan pengurus partai PDIP.
Atas perbuatannya, Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur dan Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.
Adapun tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.