Masa Jabatan Anggota Dewan Digugat
Majelis hakim konstitusi menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim konstitusi menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Pada Selasa (14/1/2020) ini, sidang beragenda pemeriksaan pendahuluan.
Sidang dipimpin Anwar Usman dan didampingi dua orang hakim konstitusi lainnya, yaitu Arief Hidayat dan Suhartoyo.
Ignatius Supriyadi, selaku pemohon perkara ini, menguji empat pasal di UU MD3. Yaitu, Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4).
Pertama, Pasal 76 ayat (4) UU MD3 sepanjang frasa dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 252 ayat (5) UU MD3 frasa dan berakhir pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 318 ayat (4) UU MD3 frasa dan berakhir pada saat anggota DPRD Provinsi yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Serta, Pasal 367 ayat (4) UU MD3 frasa dan berakhir pada saat anggota DPRD kabupaten/kota yang baru mengucapkan sumpah/janji] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dia merasa dirugikan atas berlakunya empat pasal itu. Dia menilai pasal-pasal itu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang pada intinya menyatakan setiap orang berhak atas kepastian hukum yang adil dan berhak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Dia memandang berlakunya pasal-pasal itu mengatur masa jabatan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah 5 tahun dan berakhir pada saat anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang baru mengucapkan sumpah atau janji.
"Kami menafsirkan bahwa bunyi ketentuan pasal ini sangat multitafsir karena dalam pemahaman kami dengan disebutnya berakhir pada saat anggota yang baru mengucapkan sumpah atau janji, maka kami berpikir bahwa anggota lama tidak lagi dapat menjadi anggota yang baru," kata dia, di persidangan.
Dia mengartikan anggota legislatif itu hanya dapat dipilih untuk satu kali masa jabatan. Namun, kata dia, pada praktiknya, ketentuan itu tidak ditafsirkan demikian, melainkan tidak ada pembatasan mengenai masa jabatan dari orang yang pernah menduduki jabatan tersebut.
"Artinya, bisa berkali-kali orang itu menjabat anggota DPR, DPD, atau DPRD provinsi atau DPRD kota selama hidupnya. Bahkan ada dalam berita disebutkan bahwa ada orang yang sampai selama 5 kali berturut-turut menjadi anggota," ungkapnya.
Sebagai pemohon, Ignatius bermaksud mengikuti pemilu untuk dapat dipilih, tetapi melihat kondisi seperti itu, ada kegamangan dan kekhawatiran sulit untuk bisa menembus bahkan dapat menjadi calon kiranya sulit.
Selain itu, kata dia, ada mekanisme-mekanisme tertentu di internal partai yang harus dilewati.
"Oleh karena itu, saya memandang ketentuan pasal-pasal yang tadi saya sebutkan, itu membatasi atau menimbulkan kerugian konstitusional bagi saya, terutama khususnya hak-hak saya untuk mendapat perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta kesempatan yang sama dalam pemerintahan," kata dia.
Atas dasar itu, dia memandang muatan Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) UU MD3, tentunya bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.
"Oleh karena itu, melalui permohonan ini, kami memohon agar pasal-pasal tersebut dapat dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan," tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.