Soal KPK Gagal Geledah Kantor DPP PDI-P, Abraham Samad Sebut Ini Buah UU Baru: Ambil Hikmahnya
Abraham Samad turut soroti KPK yang gagal geledah Kantor PDI-P, ia menyebut ini merupakan hasil dari UU KPK yang baru.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua KPK, Abraham Samad turut menyoroti persoalan KPK yang disebut telah gagal dalam menggeledah Kantor DPP PDI-P.
Hal ini terkait kasus suap yang melibatkan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan dan Politisi PDIP, Harun Masiku.
Abraham Samad menegaskan untuk mengambil hikmah dari semua peristiwa ini.
Ia menyebut ini semakin meyakinkan hasil dari RUU KPK 'melemahkan' pemberantasan korupsi.
Pernyataan ini ia ungkapkan dalam program Kabar Petang yang dilansir dari kanal YouTube tvOneNews, Selasa (14/1/2020).
"Saya ingin menggaris bawahi peristiwa ini kita ambil hikmahnya saja," ujar Abraham Samad.
"Sebenarnya inti dari adanya polemik ini, dikarenakan hasil dari revisi undang-undang KPK sebelumnya," imbuhnya.
Hal ini terkait dengan adanya mekanisme dalam UU baru KPK yang mengharuskan lembaga antirasuah itu meminta izin saat akan melakukan pada upaya paksa seperti penggledahan maupun proses penyadapan.
"Karena undang-undang yang terdahulu, tidak ada aturan tentang harus adanya izin kalau kami mau melakukan penggeledahan," ujar Abraham.
Adanya mekanisme ini membuat Abraham semakin yakin adanya pelemahan pemberantasan korupsi yang terjadi di KPK.
"Oleh karena itu menurut saya seharusnya kita sudah bisa menyimpulkan bahwa UU KPK sekarang ini yang diberlakukan sudah nyata-nyata melemahkan," kata Abraham.
"Bukan melemahkan KPK nya, tapi melemahkan pemberantasan korupsinya," ungkapnya
Pernyataannya ini juga didasari adanya aksi penggeledahan yang terlunta-lunta.
Sehingga pelaku kejahatan akan memiliki waktu untuk memusnahkan bukti-bukti terkait kasus tersebut.
"Kita bisa lihat ya, penggeledahan yang sudah seharusnya bisa dilaksanakan itu menjadi tertunda-tunda," ujar Abraham.
"Konsekuensinya kalau penggeledahan itu terulur maka kemungkinan besar barang bukti yang diharapkan dari penggeledahan itu tidak ada lagi ditemukan," imbuhnya.
Abraham Samad kemudian menyinggung bahwa orang-orang di KPK sudah memiliki pengalaman dalam hal penggeledahan.
Terlebih yang akan digeledah merupakan partai besar seperti PDI-PDI
Tentu kedatangan mereka sudah sesuai dengan aturan yang ada.
"Menurut saya orang di KPK ini bukan anak kemarin sore, dia tahu ini mau datang di kantor PDIP Perjuangan," ujarnya.
"Kantor pemenang pemilu, yang kami harus betul-betul punya aturan yang sudah lengkap, baru kami datang kesana," imbuhnya.
"KPK paham betul bahwa segala administrasi yang sifatnya legalistik itu harus dipersiapkan," jelas Abraham Samad.
Mantan Ketua KPK ini menjelaskan lebih lanjut terkait tindakan KPK yang seharusnya dilakukan agar penggeldahan saat itu tetap berjalan.
"Menurut saya kalau misalnya teman-teman KPK sudah mengantongi izin dari Dewan Pengawas (Dewa), maka apapun hasilnya tetap harus dilakukan penggeledahan," tegas Abraham Samad.
"Kemudian sebagai partai pemenang pemilu harusyakan memberi contoh bahwa partai ini benar-benar tunduk pada aturan hukum," imbuhnya.
Mendengar pernyataan ini, sontak Masinton yang juga ada dalam program tersebut meminta agar mantan Ketua KPK ini jangan menggiring opini yang menggambarkan partainya tidak taat terhadap hukum.
"Jadi begini Pak Abraham Samad, jangan ada framing seakan-akan PDI P tidak patuh (hukum)," ujar Masinton.
"Kami patuh dan menghormati tugas penegakan hukum, baik yang dilakukan oleh pihak kejaksaan, KPK, kepolisian dan lain sebagainya," imbuhnya.
"Tetapi ketika ada oknum atau tim yang bertindak atas nama penegakan hukum tapi tidak menaati aturan hukum itulah yang kami tentang," kata Masinton.
Sebelumnya, Abraham Samad juga telah menyampaikan pendapatnya terkait gagal geledah KPK terhadap Kantor PDI-P.
Dalam kicauannya itu, mantan Ketua KPK menuliskan dalam sejarah ini merupakan pertama kalinya terjadi di Indonesia.
"Pertama kali dalam sejarah, penggeledahan berhari-hari pasca OTT," tulisnya.
Abraham Samad juga menyinggung terkait tujuan dari adanya penggeledahan dan OTT yang dilakukan secara bersamaan.
Menurutnya, ini akan mencegah upaya untuk melenyapkan barang bukti.
"Tujuan penggeledahan itu agar menemukan bukti hukum secepat-cepatnya," tulisnya.
"Itulah mengapa sebelum ini, OTT dan geledah itu selalu barengan waktunya. *ABAM," sambung tulisannya.
Ia juga berpendapat bahwa apa yang dilakukan KPK saat ini telah bertentangan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada.
Tak hanya itu, hal ini mengakibatkan pelaku dapat dengan mudah menghilangkan jejak kejahatannya.
OTT yg tdk disertai penggeledahan pada waktunya, tdk saja menyimpang dari SOP, tapi membuka peluang hilangnya barang bukti, petunjuk, dan alat bukti lain. " tulis cuitan Abraham Samad di Twitternya.
"Ini sama dengan memberi waktu pelaku kejahatan buat hilangkan jejak. *ABAM," imbuhnya. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)