Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bantah Masinton, Yudi Purnomo: Selama 13 Tahun Saya di KPK Tidak Ada Nama Novel Yudi Harahap

"Selama 13 tahun saya bekerja di KPK, tidak pernah ada nama itu di institusi ini," kata Yudi

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Bantah Masinton, Yudi Purnomo: Selama 13 Tahun Saya di KPK Tidak Ada Nama Novel Yudi Harahap
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Ketua WP KPK Yudi Purnomo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo Harahap menyebut tak mengetahui ada nama Novel Yudi Harahap bekerja di lembaga antirasuah.

Nama Novel Yudi Harahap sendiri muncul dari pernyataan Politikus PDIP Masinton Pasaribu.

Baca: Sempat Batal, Tim Hukum PDIP Adakan Pertemuan Tertutup dengan Dewas KPK Albertina Ho

Masinton mengaku mendapat surat perintah penyelidikan (sprilindik) kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dari orang KPK bernama Novel Yudi Harahap.

"Selama 13 tahun saya bekerja di KPK, tidak pernah ada nama itu di institusi ini," kata Yudi saat dimintai konfirmasi, Kamis (16/1/2020).

Nama Novel Yudi Harahap memang sekilas mirip dengan nama Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap.

Tapi, Yudi mengklarifikasi jika namanya tidak memakai kata Novel.

Berita Rekomendasi

"Namanya memang hampir mirip dengan nama saya Yudi Purnomo Harahap, tapi tidak ada kata 'Novel' di depan nama saya," jelasnya.

"Saya tidak tahu apa maksud Bang Masinton menyampaikan bahwa sprinlidik itu diberikan oleh seseorang yang beliau tidak kenal namun memperkenalkan diri sebagai Novel Yudi Harahap," sambungnya.

Masinton sebelumnya mengatakan menerima sprilindik itu pada Selasa, 14 Januari 2020 di Gedung DPR.

Namun Yudi meluruskan bahwa ia dinas di luar Jakarta sejak Senin, 13 Januari 2020.

"Seperti biasa saat penugasan kasatgas saya sudah melaporkannya ke atasan yakni Direktur Penyidikan sekaligus Plt Deputi Penindakan. Sehingga saya pastikan bukan saya yang dimaksud," kata Yudi.

Yudi kemudian menyatakan siap jika dibutuhkan adu keterangan dengan Masinton di hadapan Dewan Pengawas KPK.

Baca: Berkaca Kasus Harun Masiku, KPK Diminta Panggil Caleg yang Digantikan Mulan Jameela jadi Anggota DPR

"Apabila keterangan saya dibutuhkan oleh Dewas KPK untuk dikonfrontir dengan Bang Masinton, maka saya bersedia," tegasnya.

"Saya juga tidak terlibat dalam pengusutan kasus dugaan suap yang melibatkan komisioner KPU, baik sebagai penyelidik ataupun penyidik. Saat ini, saya dan pegawai KPK lainnya tetap fokus saja kepada pekerjaan kami," kata Yudi.

Kata Masinton Pasaribu

Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengungkapkan asal usul Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) terkait operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Sprinlidik itu pernah ia tunjukkan dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (14/1/2020) malam lalu.

Baca: KPK Harus Selidiki, dari Mana Masinton Dapatkan Sprilindik Kasus Suap Komisioner KPU

"Pada Selasa 14 Januari 2020, sekitar jam sebelasan, ada seseorang yang menghampiri saya di Gedung DPR RI. Ia memperkenalkan diri bernama Novel Yudi Harahap. Kemudian memberikan sebuah map yang disebutkannya sebagai bahan pengaduan masyarakat kepada Anggota Komisi III DPR RI. Setelah menyerahkan map orang tersebut langsung pergi," tutur Masinton kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/1/2020).

Berhubung masih ada agenda, Masinton Pasaribu tak langsung membuka map yang diberikan tersebut.

"Baru saya buka bersamaan dengan surat dan dokumen lain yang berada di ruang kerja saya," kata aktivis '98 ini.

"Pada saat ia buka, map tersebut berisi selembar kertas yang bertuliskan surat perintah penyelidikan KPK dengan nomor 146/01/12/2019, tertanggal 20 Desember 2019 yang ditandatangani Ketua KPK Agus Rahardjo," jelasnya.

Setelah membaca surat perintah penyelidikan KPK tersebut, Masinton Pasaribu sempat bertanya dalam hati, "Kenapa dokumen internal KPK bisa sampai ke pihak eksternal?"

Sesaat kemudian ia mengingat kembali ketika memimpin Pansus Hak Angket KPK serta dalam rapat-rapat Komisi III bersama KPK beberapa waktu lalu.

Saat itu sebagai Anggota Komisi III, Masinton Pasaribu sering mempertanyakan kepada Komisioner KPK tentang adanya pembocoran informasi dan dokumen penanganan perkara yang sedang ditangani oleh KPK kepada pihak luar.

"Setelah sebuah perkara yang diselidiki sudah naik ke tahap penyidikan, maka surat perintah penyelidikan sifat suratnya tidak lagi bersifat rahasia," ucapnya. 

Namun meskipun surat perintah penyelidikan yang sampai ke dirinya itu sudah tidak bersifat rahasia lagi, pembocoran dokumen internal KPK ke pihak luar harus tetap diselidiki oleh Dewan Pengawas dan Komisioner lembaga antirasuah itu.

"Khususnya informasi, surat dan dokumen KPK yang sampai ke media tertentu seperti Tempo. Karena informasi tersebut diolah dan diberitakan secara luas sebagai penggiringan opini politik untuk tujuan mendiskreditkan pihak-pihak tertentu termasuk KPK," tegasnya.

Selama ini, imbuh dia, pembocor dokumen internal KPK tidak pernah diselidiki dan diungkap siapa pelakunya dari internal lembaga antirasuah.

Karena itu dia menilai, saatnya Dewan Pengawas dan Komisioner KPK melakukan pengusutan pembocoran dokumen internal KPK secara tuntas.
"Agar KPK menjaga integritas penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dikerjakan oleh KPK dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak dan media tertentu," ucapnya.

Baca: Respons KPK Soal Surat Perintah Penyelidikan Kasus Suap Wahyu Setiawan yang Ditunjukan Masinton

"Karena dalam UU Nomor 14/2008 pasal 17 diatur tentang informasi yang dikecualikan dalam keterbukaan informasi publik. Di antaranya apabila informasi dibuka kepada publik dapat menghambat proses penegakan hukum, informasi intelijen, atau informasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum atau keluarganya, serta membahayakan keamanan peralatan, sarana atau prasarana penegak hukum," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas