Pemerintah: Transformasi dari Asabri dan Taspen ke BPJS Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-undang
Menurut dia, pilihan kebijakan yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Litigasi Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ardiansyah mengatakan transformasi PT Askes ke BPJS Kesehatan serta PT Taspen dan PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 adalah pilihan kebijakan pembentuk undang-undang.
Pernyataan itu disampaikan Ardiansyah pada saat memberikan keterangan selaku kuasa Presiden di sidang permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945.
Sidang perkara nomor 72/PUU-XVII/2019 digelar di ruang sidang lantai II Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (16/1/2020). Sidang dipimpin Anwar Usman, didampingi delapan orang hakim konstitusi lainnya.
Baca: Mahfud MD Sempat Singgung Dugaan Korupsi Rp 10 Triliun, Dirut Asabri Sonny Widjaja Beri Bantahan
Baca: Bantah Isu Korupsi, Dirut Asabri: Saya Jamin Uang yang Dikelola Aman!
Baca: Bertemu Erick Thohir, Mahfud MD: Prajurit TNI dan Polri Tidak Usah Gundah Soal PT Asabri
Pasal-pasal yang diuji, yaitu Pasal 1 angka 1 sepanjang frasa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial, Pasal 5 ayat (2) frasa (2) BPJS sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah: a. BPJS Kesehatan. b. BPJS Ketenagakerjaan, Pasal 57 huruf f frasa sampai dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan, Pasal 65 ayat (2), dan Pasal 66].
Pada Kamis kemarin, sidang beragenda mendengarkan keterangan dari DPR dan Presiden. Perwakilan dari DPR berhalangan hadir. Adapun, dari presiden diwakili, Ardiansyah, Direktur Litigasi Kementerian Hukum dan HAM dan perwakilan dari Kementerian Tenaga Kerja.
"Bahwa transformasi PT Askes ke dalam BPJS Kesehatan serta PT Taspen dan PT Asabri paling lambat tahun 2029 menjadi BPJS Ketenagakerjaan merupakan pilihan kebijakan pembentuk undang-undang untuk melaksanakan jaminan penyelenggara sosial nasional secara menyeluruh dan terpadu guna menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya yang hal ini telah sesuai dengan Ketentuan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945," kata Ardiansyah, di persidangan.
Menurut dia, pilihan kebijakan yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Bahkan, dia mengungkapkan, Mahkamah Konstitusi melalui putusan bernomor 50/PUU-VIII/2010 bertanggal 21 November 2011, menyatakan UUD 1945 mewajibkan negara mengembangkan sistem jaminan sosial, tetapi tidak mewajibkan kepada negara menganut atau memilih sistem tertentu dalam pengembangan sistem jaminan sosial dimaksud.
Adapun, kata dia, dibentuknya BPJS berdasarkan Undang-Undang BPJS merupakan badan yang ditunjuk untuk melaksanakan jaminan penyelenggaraan sosial nasional secara menyeluruh dan terpadu guna menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Berdasarkan Ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU BPJS terbagi menjadi dua, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Berdasarkan keterangan itu, dia menegaskan, pada dasarnya ketentuan pasal a quo yang diuji tidaklah bertentangan dengan UUD 1945.
"Ketentuan a quo tetap menjamin hak-hak kepesertaan jaminan termasuk PNS dan ASN, pensiunan pejabat negara/pensiunan PNS, pensiunan janda/duda sebagaimana dijamin oleh Pasal 28H ayat (3) UUD 1945, dan telah dikuatkan dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-XV/2017, tanggal 31 Januari 2018 tersebut," kata dia.
Sehingga, berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, pemerintah kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia dapat memberikan putusan sebagai berikut.
Pertama, menerima keterangan Presiden secara keseluruhan. Kedua, menyatakan bahwa permohonan Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum. Ketiga, menolak permohonan pengujian Para Pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima.
Keempat, menyatakan Ketentuan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk diketahui, sejumlah pensiunan pejabat negara, pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) dan PNS aktif mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka menguji Pasal 1 angka 1, Pasal 5 ayat (2), Pasal 57 huruf f, Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 66 UU 24/2011. Permohonan uji materi tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 72/PUU-XVII/2019.