Presiden Tegaskan Tidak Ada Skema Pinjaman dalam Pembangunan Ibu Kota
"Yang kita tawarkan satu: tidak pinjaman. Kedua, tidak ada government guarantee, tidak ada. Jadi semuanya kerja sama," tegasnya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan dalam membangun ibu kota baru di Kalimantan Timur nantinya, pemerintah akan menggunakan skema investasi dan kerja sama, bukan pinjaman.
Hal tersebut disampaikan Presiden saat bertemu dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat (17/1/2020).
Baca: Jokowi Bantah UU KPK Hasil Revisi Hambat Kinerja Lembaga Antirasuah
"Yang kita tawarkan satu: tidak pinjaman. Kedua, tidak ada government guarantee, tidak ada. Jadi semuanya kerja sama," tegasnya sesuai keterangan pers Biro Pers Istana Kepresidenan, Jumat.
Untuk memudahkan Indonesia melakukan berbagai kerja sama, Presiden telah mengundang tiga tokoh internasional sebagai dewan pengarah pembangunan ibu kota negara baru.
Ketiganya adalah Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan, CEO SoftBank Masayoshi Son, dan mantan perdana menteri Inggris Tony Blair.
Presiden menyebut dewan pengarah tersebut merupakan figur-figur yang memiliki reputasi baik di dunia internasional.
"Karena saya melihat beliau-beliau ini, Syekh Mohamad Bin Zayed Al Nahyan, Masayoshi Son, kemudian Tony Blair, ini adalah person-person yang memiliki reputasi yang baik di dunia internasional. Nantinya memang kitalah yang menyelesaikan operasional persoalan-persoalan yang ada di lapangan," jelas Presiden.
Selain itu, pemilihan tokoh-tokoh tersebut juga diharapkan bisa membangun kepercayaan dari dunia internasional.
Dengan terbangunnya kepercayaan, kata Presiden, maka akan memudahkan bagi Indonesia untuk melakukan berbagai kerja sama.
"Kerja sama KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha), PPP (public private partnership), dan kerja sama yang lainnya yang akan segera kawasan ini bisa segera diselesaikan. Jadi arahnya ke sana," imbuhnya.
Sementara itu, terkait bentuk pemerintahan ibu kota baru nantinya, Presiden menyebut kemungkinan besar masih berada di bawah Provinsi Kalimantan Timur.
Namun, lanjutnya, hal tersebut masih bisa berubah dalam pembahasan di DPR.
"Yang paling penting, kemarin saya titip ke Bappenas yang menyiapkan ini, ada fleksibilitas organisasi sehingga ada kecepatan di situ. Artinya, tidak seperti organisasi-organisasi yang sudah ada seperti sekarang ini. Artinya, kota itu adalah wilayah administratif," paparnya.
Adapun terkait Badan Otorita Ibu Kota, hingga saat ini Presiden belum memutuskan siapa yang akan memimpinnya.
Baca: Tjahjo Kumolo Inventarisir Aparatur Sipil Negera yang Bakal Dipindahkan ke Ibu Kota Baru
Menurut Presiden, beberapa usulan kandidat sudah masuk kepada dirinya.
"Belum, ini kelas berat. Harus kelas berat karena menyangkut ngerti masalah keuangan, utamanya keuangan global, tapi ngerti juga mengenai urban planning, mengenai tata kota, dan memiliki jaringan internasional," ungkapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.