Soal Penggeledahan Kantor DPP, Tim Hukum PDIP Adukan Petugas KPK ke Dewan Pengawas
Ketua Tim Hukum PDIP, I Wayan Sudirta mengadukan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan tim penyidik KPK saat melakukan penggeledahan.
Penulis: Indah Aprilin Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Tim Hukum PDI Perjuangan menemui Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berkaitan dengan penggeledahan kantor DPP PDIP oleh penyidik KPK.
Melalui Ketua Tim Hukum PDIP, I Wayan Sudirta mengadukan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan tim penyidik KPK saat melakukan penggeledahan.
Pertemuan keduanya berlangsung tertutup dan selama satu jam.
Dalam hal ini PDIP menyampaikan tujuh point aduan diantaranya terkait polemik surat penyegelan kantor DPP PDIP.
"Surat yang berisi tujuh point," ungkap I Wayan, dilansir kanal YouTube Official iNews, Jumat (17/1/2020).
"Surat pertama menekankan apa bedanya penyidikan dan penyelidikan," lanjutnya.
I Wayan Sudirta pun menjelaskan arti penyelidikan yakni pengumpulan bukti-bukti.
Sementara, penyidikan adalah proses jika sudah ada yang ditetapkan tersangka.
Terkait penyegelan itu, PDIP merasa dirugikan dan meminta Dewan Pengawas KPK memeriksa adanya kemungkinan pelanggaran kode etik.
"Ketika tanggal 9 Januari, ada orang yang mengaku dari KPK ada tiga mobil."
"Tapi menunjukkan bahwa dirinya punya surat tugas untuk penggeledahan," ujar Wayan Sudirta.
"Ketika diminta melihat hanya dikibas-kibaskan," imbuhnya.
Ketua Tim Hukum PDIP ini juga mengatakan PDIP akan kooperatif dalam mengusut kasus suap yang melibat Harun Masiku.
Wayan kembali mempertanyakan benarkah surat yang ditunjukkan itu merupakan surat penggeledahan dalam bentuk izin dari Dewas seperti persyaratan oleh UU No. 19 tahun 2019.
Kader PDIP tersangka
Politisi PDI Perjuangan, Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024.
"Jadi dalam konteks seperti ini kami menyerahkan sepenuhnya proses penegakan hukum tersebut tanpa intervensi," kata Hasto, dikutip dari Kompas.com, Jumat (10/1/2020).
Saat ditanya keberadaan Harun Masiku, Hasto mengaku dirinya tidak tahu.
"Kalau Harun (Masiku) ini kita tidak tahu khususnya di mana," ujarnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan politisi PDI-P, Harun Masiku sebagai tersangka setelah operasi tangkap tangan yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Sebagai pihak pemberi HAR (Harun Masiku) dan Sae (Saeful), pihak swasta," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2020).
Menurut Lili Pintauli, kasus ini bermula saat DPP PDI-P mengajukan Harun menjadi pengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI, yang meninggal pada Maret 2019.
Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Wahyu Setiawan kemudian menyanggupi untuk membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.
Hasto Kristiyanto Akui Tanda Tangan Surat PAW Harun Masiku
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Perjuangan Hasto Kristiyanto mengakui menandatangani perihal surat Pergantian Antar Waktu (PAW) Harun Masiku kepada KPU.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Official iNews, Senin (13/1/2020).
Perihal PAW tersebut menjadi persoalan terkait kasus dugaan suap yang melibatkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan serta salah satu kadernya Harun Masiku.
"Kami, beberapa kali berdialog. Ketika kami mengundang KPK, KPK datang."
"Di dalam membahas bagaimana membangun sebuah sistem keuangan partai yang transparan, yang baik," paparnya.
"Ketika KPK mengundang kami pun, saya akan datang," kata Hasto di JIEXpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2020).
Lebih lanjut, Hasto menegaskan kedatangan dirinya bila dipanggil KPK merupakan bagian dari tanggung jawab sebagai warga negara.
Hasto mengklaim pengajuan PAW atas nama Harun Masiku hanya dilakukan sekali.
"Keputusan PAW diputuskan satu kali dan itu merupakan bagian dari kedaulatan partai politik," tutur Hasto Kristiyanto.
Apalagi, Hasto berujar, pengajuan tersebut sudah ditolak oleh KPU pada 7 Januari lalu dan partainya mengikuti keputusan yang berlaku.
"Ketika tanggal 7 januari 2020, KPU menolak hal tersebut kami juga hormati, kami ini taat pada hukum," tegas Hasto.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani) (Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)