KPK Periksa Donny Mantan Caleg PDIP Terkait Suap Komisioner KPU
Selain Donny, KPK turut memeriksa tiga saksi lain, yakni Rahmat Setiawan Tonidaya selaku asisten Wahyu Setiawan, Moh Ilham Yulianto
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan caleg PDIP Donny Tri Istiqomah dalam kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Selain Donny, KPK turut memeriksa tiga saksi lain, yakni Rahmat Setiawan Tonidaya selaku asisten Wahyu Setiawan, Moh Ilham Yulianto sebagai swasta, dan staf KPU Retno Wahyudiarti.
"Keempatnya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SAE (Saiful Bahri)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dimintai konfirmasi, Selasa (21/1/2020).
Selain 4 orang tersebut, Wahyu dan eks caleg PDIP sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, juga terlihat memasuki ruangan pemeriksaan penyidik KPK.
Baca: Harun Masiku Masuk DPO, Kuasa Hukum PDIP: Partai Tidak Melindungi Orang yang Menjadi Tersangka
Seperti diketahui, caleg dari PDIP Harun Masiku melakukan penyuapan agar Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersedia memproses pergantian anggota DPR melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW).
Upaya itu, dibantu oleh mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader PDIP Saeful Bahri.
Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu pun dipenuhi oleh Harun.
Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.
Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK.
Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Donny selaku advokat.
Adapun sisanya Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.
Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin tak berjalan mulus.