Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DKPP Sebut Kasus Wahyu Setiawan Sebagai Kecelakaan

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad menyebut ditangkapnya Wahyu Setiawan oleh KPK sebagai sebuah kecelakaan bagi KPU.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
zoom-in DKPP Sebut Kasus Wahyu Setiawan Sebagai Kecelakaan
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
Acara Refleksi Hasil Penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 dan Persiapan Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020). 

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksana tugas (Plt) Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad menyebut ditangkapnya Wahyu Setiawan oleh KPK sebagai sebuah kecelakaan bagi KPU.

"Kalau peristiwa kemarin itu kecelakaan menurut saya," kata Muhammad dalam acara Refleksi Pemilu 2019 dan Persiapan Pilkada 2020 di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020).

Menurut Muhammad, KPU sejak dari dulu sudah membuktikan bahwa mereka sangat terbuka dan transparan atas hasil Pemilu.

Baca: Perludem: Presiden Jokowi Mesti Segera Tetapkan Pengganti Hardjono di DKPP

Mereka juga telah membuktikan akuntabilitas yang luar biasa saat menyikapi tudingan miring dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 kemarin.

Namun, kinerja itu diuji oleh peristiwa tangkap tangan Wahyu Setiawan dengan dugaan menerima suap dari peserta Pemilu.

Muhammad menganalogikan Wahyu adalah pengemudi kendaraan bermotor yang tak patuhi aturan.

Berita Rekomendasi

Perbuatan Wahyu jadi cobaan bagi enam komisioner KPU lainnya soal integritas yang sedang diperjuangkan.

Baca: KPK Periksa Donny Mantan Caleg PDIP Terkait Suap Komisioner KPU

"Ada satu orang dikirim oleh tuhan yang pada hari itu dikirim untuk menguji kita. Lalu menabrak orang yang taat berlalu lintas," katanya.

"Kira-kira KPU kemarin seperti itu lah. Ada satu orang untuk menguji teman-teman enam (Komisioner) ini dan lembaga ini apakah masih kuat berdiri," tambah dia.

Pengakuan Wahyu Setiawan

Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengakui dalam posisi yang sulit menanggapi permintaan PDIP memasukkan nama Harun Masiku sebagai caleg terpilih.

Saeful, seorang staf Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristianto adalah kawan dekatnya.

"Saya dalam posisi yang sulit karena orang-orang ada Mbak Tio, Mas Saeful, Mas Doni itu kawan baik saya," kata Wahyu Setiawan dalam sidang etik DKPP yang digelar di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).

Baca: Soal Taji KPK, Nurul Ghufron: KPK Eksis Sampai Saat Ini!

Dua nama Agustiani Tio Fridelina dan Saeful selaku penyuap sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Diketahui, para tersangka kerap mengajak bertemu di luar kantor untuk membahas PAW Harun Masiku.

"Saya sudah menjelaskan dan saya tidak, tidak, tidak. Pandangan Mas Hasyim (komisioner KPU) sama dengan pandangan saya itu tidak bisa," kata Wahyu.

Baca: Wahyu Setiawan Bakal Kooperatif Saat Jalani Sidang Pelanggaran Etik

Wahyu mengakui dalam berkomunikasi dengan para penyuapnya, dirinya sulit membedakan antara hubungan kawan dekat dan pekerjaan.

Namun, dalam sidang tadi Wahyu enggan menjelaskan detail materi yang masuk pokok perkara penyidikan di KPK.

"Tetapi memang dalam berkomunikasi mungkin karena saya teman lama Bu Tio orang yang saya hormati dan saya anggap kakak saya sendiri. Jadi saya sangat sulit situasinya," jelas Wahyu.

Baca: Kode Inisiatif: Kasus Wahyu Setiawan Jangan Dimanfaatkan Parpol Dorong Pemilu Tak Langsung

KPK menangkap tangan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Rabu (8/1/2020).

Wahyu Setiawan diduga menerima suap untuk mengupayakan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif (caleg) PDIP Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatra Selatan Harun Masiku.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus itu. 

Wahyu dan orang kepercayaannya sekaligus mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina, menjadi tersangka penerima suap.

Kader PDIP Harun Masiku dan pihak swasta, Saeful, menjadi tersangka penyuap.

Saeful diduga menjadi staf di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP.

Seperti diketahui, Harun melakukan penyuapan agar Wahyu bersedia memproses pergantian anggota DPR RI melalui mekanisme PAW.

Baca: KPK Janji Tak Akan Berhenti Mengejar Harun Masiku

Upaya itu, dibantu mantan Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader PDIP, Saeful Bahri.

Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu pun dipenuhi oleh Harun. 
Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.

Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui stafnya di DPP PDIP.

Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni selaku advokat. 

Adapun sisanya Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.

Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. 
Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW.

KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.

Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW.

Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustina.

Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.

Atas perbuatannya, Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur dan Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.

Adapun tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.

Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas