Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rangga Sasana Tak Rekrut Manusia hingga Sayangkan Ridwan Kamil Tak Tahu Sejarah Sunda Empire

Klaim keberadaan Sunda Empire mendapat perhatian masyarakat. Rangga Sasana mengungkapkan kerajaannya berbeda dengan Keraton Agung Sejagat.

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Rangga Sasana Tak Rekrut Manusia hingga Sayangkan Ridwan Kamil Tak Tahu Sejarah Sunda Empire
KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA
Petinggi Sunda Empire - Ki Agung Rangga Sasana 

Ketika menjelaskan sejarah menurut versinya itu, Rangga kembali menyinggung peran Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang pernah menyindir dan menyebutnya sebagai kawanan orang stres.

"Kalau gubernur tidak tahu cerita Sunda Empire Bandung, jangan jadi gubernur," kata Rangga.

Tak hanya itu, ia juga menyindir para sejarawan juga budayawan yang tidak mengetahui tentang sejarah Sunda Empire.

Budayawan Dedi Mulyadi Beri Tanggapan

Sementara itu, Budayawan asal Jawa Barat Dedi Mulyani ikut memberikan tanggapannya terkait kemunculan Sunda Empire-Empire Earth.

Menurut Dedi Mulyadi, kemunculan Sunda Empire-Empire Earth dengan seragam ala militer merupakan penyakit sosial.

Ia menilai penyakit sosial seperti itu sudah lama terjadi di Indonesia.

BERITA TERKAIT

Dedi mengatakan, fenomena itu merupakan bentuk problem sosial yang akut.

Berdasarkan penuturan Dedi Mulyadi, masyarakat Indonesia terbiasa masuk ke wilayah berpikir yang tidak realistis atau terlalu obsesif.

"Ada obsesi mendapat pangkat tanpa proses kepangkatan atau instan," kata Dedi kepada Kompas.com, Sabtu (17/1/2020).

Ia menuturkan, di Indonesia, dalam kehidupan sosial banyak kelompok masyarakat setiap hari mencari harta karun, emas batanganm, uang brazil, dan sejenisnya.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi saat memimpin tim kunjungan kerja spesifik Komisi IV ke Provinsi Bali.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi saat memimpin tim kunjungan kerja spesifik Komisi IV ke Provinsi Bali. (DPR-RI)

Di sisi lain, kelompok adat yang memiliki sistematika cara berpikir realistis.

"Misalnya areal adat komunitas adat kian sempit, tak dapat pengakuan. Kemudian membuat stigma bahwa mereka (kaum adat) adalah kelompok-kelompok yang dianggap bertentangan dengan asas kepatutan pranata sosial kemapanan hari ini," katanya.

Untuk mengatasi kelompok-kelompok itu, Dedi menerangkan negara harus memberikan penguatan kepada kaum adat.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas