Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sujiwo Tejo Enggan Tertawakan Kerajaan Baru: Munculnya Kerajaan, Ada Kerinduan Akan Simbol Budaya

Sujiwo Tejo Enggan Tertawakan Kerajaan Baru. Ia Menyebut Munculnya Kerajaan-kerajaan Baru Ini Adalah Tanda Kerinduan Akan Simbol Budaya.

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
zoom-in Sujiwo Tejo Enggan Tertawakan Kerajaan Baru: Munculnya Kerajaan, Ada Kerinduan Akan Simbol Budaya
Tangkap Layar YouTube ILC
Sujiwo Tejo Gambarkan Situasi Indonesia Melalui Perbandingan Kerajaan dan Republik 

Ia mengaku cukup menyayangkan sejumlah narasumber dalam acara tersebut yang justru menertawakan kehadiran kerajaan baru tersebut.

"Kita boleh ketawa-ketawa, dengan agak saya sayangkan beberapa intelekual ketawa lihat sistem kerajaan," tuturnya.

"Padahal kalau saya dalam posisi sistem kerajaan mungkin saya ketawa loh lihat sistem demokrasi," tegasnya.

Sujiwo Tejo Gambarkan Situasi Indonesia Melalui Perbandingan Kerajaan dan Republik
Sujiwo Tejo Gambarkan Situasi Indonesia Melalui Perbandingan Kerajaan dan Republik

Aturan Sistem Demokrasi Lebih Tak Masuk Akal

Menurut Sujiwo Tejo, apa yang diatur dalam sistem demokrasi justru lebih tak masuk akal dibandingkan dengan sistem kerajaan.

"Gimana saya engga ketawa? Wong kebenaran diukur dari benarnya orang banyak," ujarnya.

"Sangat enggak masuk akal, kebenaran itu ditentukan oleh para ahli," tambahnya.

BERITA TERKAIT

Pria asli Jawa Timur itu justru menyebut sistem demokrasi seperti mitos.

"Di dalam demokrasi kebenaran ditentukan oleh benarnya orang banyak," katanya.

"Itu sudah mitos, sama dengan keris, sama dengan dupa."

Tak hanya itu, Mbah Tejo juga menyinggung soal sistem pemilihan umum yang diterapkan di negeri ini.

"Kita ketawa terhadap dupa kemenyan di dalam zaman kerajaan," kata dia.

"Tapi engga ketawa di dalam sistem pemilihan umum."

Ia sekali lagi menegaskan bahwa sistem demokrasi tak masuk akal.

Hal itu disebabkan karena dalam sistem demokrasi, suara kaum terpelajar dan tak terpelajar dianggap sama.

"Bukan saya merendahkan tukang becak, petani, bagaimana suara tukang becak disamakan dengan profesor. Engga masuk akal," terangnya.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas