100 Hari Kabinet Jokowi, Kalangan Sipil Nilai Tak Ada Tanda Positif, Ketua YLBHI: Saya Tidak Kaget
Asfinawati mengaku tidak kaget bahwa dalam 100 hari kepemimpinan Jokowi-Maruf tidak memberikan sinyal positif khususnya dalam penegakan hukum.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin akan genap 100 hari sejak dilantik pada 23 Oktober 2019 lalu.
Dalam masa kerjanya ini, bidang hukum menuai banyak sorotan tajam dari sejumlah kalangan termasuk kalangan masyarakat sipil.
Tak sedikit yang menganggap bahwa kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf tidak memberikan sinyal positif khususnya dalam penegakan hukum.
Hal ini juga tak lepas dari sorotan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati.
Asfinawati mengaku tidak kaget akan hal tersebut.
Menurutnya selama seratus hari perjalanan pemerintahan Jokowi jilid dua ini komitmen penuntasan kasus HAM dimasa lalu tidak juga kunjung temukan titik terang.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam program Dua Arah yang dilansir dari YouTube Kompas tv, Selasa (28/1/2020).
"Sebetulnya kami sudah mengetahui akan terjadi seperti ini," ujarnya.
"Karena pidato pertama ketika menang kan tidak ada kata-kata hak asasi manusia (HAM)," imbuhnya.
Sehingga ia mengaku tidak kaget jika saat ini tidak ada sinyal positif dalam hal tersebut.
"Saya tidak kaget sama sekali dan itu terkonfirmasi dengan periode pertama," imbuhnya.
"Pada periode pertama orang-orang Jokowi selalu bilang nanti tunggu di periode kedua, karena di perode pertama untuk pembangunan dulu," jelasnya.
Namun Asfinawati menyebut hingga seratus hari perjalanan pemerintahan Jokowi-Maruf belum terlihat tanda-tanda adanya penyelesaian kasus tersebut.
Jokowi seolah mengorbankan penegakan hukum dan HAM hanya untuk memajukan pembangunan infrastuktur.
Ia juga menuturkan bahwa pemerintahan Jokowi jilid dua ini akan berjalan sama saja dengan era kepemimpinannya di periode pertama.
Dimana kekuasaannya cenderung kurang memperhatikan kepentingan untuk rakyatnya.
"Setidaknya skenarionya tetap sama, ada hukum yang represif dan ada pembungkaman sipil," tegasnya.
"Untuk apa? Demi kelancaran investasi orang-orang tertentu," imbuhnya.
"Dan untuk menjamin itu, pemberantasan korupsi perlu dilemahkan," jelasnya.
Sehingga yang terjadi pelemahan pemberantasan korupsi semakin tidak terbendung.
"Kita lihat skenario pelemahan kpk yang sekarang sudah terlihat," ungkapnya.
Tak hanya itu, Asfinawati juga menyinggung terkait Omnibus law.
Omnibus law adalah sebuah konsep pembentukan undang-undang utama untuk menyasar isu besar dan dapat mencabut atau mengubah beberapa UU.
UU ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah.
Di Indonesia, konsep Omnibus law baru diterapkan pertama kali dalam kepemimpinan Jokowi-Maruf.
Menurut Asfinawati, Omnibus law semakin memperjelas adanya hukum yang represif.
Terlihat dari sulitnya masyarakat sipil untuk mengakses dokumen tersebut.
"Itu (Omnibus law) lebih jelas lagi buktinya," kata Asfinawati.
"Terakhir saya dengar dokumennya tidak dapat diakses, artinya kalau memang tidak ada yang aneh untuk apa disembunyikan," imbuhnya.
"Itu melanggar hak publik untuk mendapat informasi dan UU itu terbuka untuk umum," tegasnya.
Haris Azhar Nilai Kinerja Jokowi-Ma'ruf Cenderung Buruk
Pendiri Lokataru Foundation, Haris Azhar turut soroti kepemimpinan Jokowi di periode kedua ini.
Ia mengatakan selama perjalanan seratus hari ini, kinerja Jokowi-Maruf dinilai masih buruk.
"Tidak ada anda-tanda positif, masih seperti dahulu dan cenderung buruk," ujarnya yang dilansir dari YouTube Kompas Tv, Selasa (28/1/2020).
Senada dengan Asfinawati, ia menyebut Jokowi belum terlihat ingin menuntaskan pelanngaran HAM yang ada di Indonesia ini.
"Beban pelanggaran HAM, pelanggaran hukum di masa sebelum Jokowi, enggak ada yang diselesaikan Jokowi," jelasnya.
Namun dalam periode kedua ini justru timbul kasus-kasus baru.
Terutama munculnya Undang-Undang KPK hasil revisi.
Menurutnya hal ini semakin memperlihatkan bahwa pemerintahan yang dipimpin Jokowi ini justru mendukung para koruptor.
"Tapi di zamannya dia malah justru banyak kasus-kasus baru," ujarnya.
"Dulu penanganan korupsi itu dilawan balik sama koruptornya,' kata Haris.
"Tapi zaman Jokowi difasilitasi dengan undang undang yang baru. Jadi Jokowi sebenarnya suporter koruptor," imbuhnya.
Aktivis antikorupsi ini juga melihat kedepan Indonesia akan suram dengan kepemimpinan Jokowi.
"Jadi sebetulnya saya mau bilang bahwa periode Jokowi di 100 hari ini sudah jadi cermin bagaimana sisa 4 tahun lebih ke depan akan lebih suram," tegasnya. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)