I Gede Pasek Suardika: OSO Beri Kebebasan Berekspresi
Bagaimana cerita I Gede Pasek Suardika bisa mendapatkan kepercayaan mengemban amanah sebagai sekretaris jenderal Partai Hanura?
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Deodatus Pradipto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - I Gede Pasek Suardika tidak langsung menerima tawaran untuk menjabat sebagai sekretaris jenderal Partai Hanura periode 2019-2024. Dia butuh waktu untuk berpikir dan berdiskusi dengan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO).
Mantan politikus Partai Demokrat itu mengaku tidak ingin memegang sebuah jabatan, namun dia tidak bisa menjalankan pekerjaan itu. I Gede Pasek Suardika ingin memastikan apakah dia bisa menjalankan sebuah konsep atau tidak. Integritas menjadi pertaruhan mantan jurnalis tersebut.
Bagaimana cerita I Gede Pasek Suardika bisa mendapatkan kepercayaan mengemban amanah sebagai sekretaris jenderal Partai Hanura? Berikut ini petikan wawancara eksklusif wartawan Tribun Network Seno Tri Sulistiyono di Jakarta, Minggu (26/1) malam.
Bagaimana cerita Anda bisa menjadi sekretaris jenderal Partai Hanura?
Ya namanya formatur, kan biasa bergeser-geser. Seperti kabinet. Sama seperti di partai. Posisi ini pindah jadi apa itu kan hal yang biasa.
Apakah ini murni Ketua Umum Hanura yang memilih?
Iya, Ketum sendiri. Waktu itu saya sedang di Bali. Dipanggil, terus disuruh itu (menjadi sekretaris jenderal, red).
Sebelumnya sudah ada proses pembicaraan soal posisi sekretaris jenderal ini dengan Ketum?
Itu sebelum saya dipanggil. Diskusi, terus ya sudah. Kami berdiskusi panjang karena saya tidak mau pegang jabatan, tapi pekerjaannya tidak bisa saya jalankan. Saya memastikan bisa atau tidak jalankan konsep karena tanggung jawabnya ada di saya, secara personal juga. Kalau gagal, integritas saya ada di situ juga. Saya memastikan itu dulu dan beliau (OSO) memberikan ruang cukup besar untuk saya berkreasi dan mengembangkan Hanura dengan ide-ide, pengalaman saya sebagai wartawan, advokat, aktivis kan ada modal.
Memilih Anda sebagai Sekjen Hanura, mungkin bagian dari evaluasi gara-gara Hanura tidak lolos ke Parlemen?
Beliau (Ketum) yang paling tahu alasannya apa. Tapi, pasti bagi saya ini menantang karena posisinya berbeda waktu pertama kali Pak OSO memegang Hanura. Itu kan masih ada kapital politik. Kapital politik di DPR, kapital di DPD, tetapi karena dinamika internal yang kontraksinya sangat keras jadinya berdampak.
Dampaknya ini besar karena terjadi saat proses tahapan pemilu. Jadi, kalau partai itu mengalami kontraksi, konflik, atau apapun di internal saat akan bertanding, siapapun partainya, dia akan ambruk.
Tidak akan siap dia di situ, akan keteteran. Jadi keteteran bukan karena platform partainya, bukan karena partainya, tapi karena sumber daya manusia yang terlibat habis energi tidak semestinya. Jadi itu yang terjadi kemarin, evaluasi kami, harus jujur kami akui.
Ke depan yang harus kami lakukan minimalisasi. Kalau partai lain yang sudah dewasa akan memilih menahan diri dulu, ikut saja dulu ini (pertandingan), setelah itu bertanding ke dalam. Kira-kira itulah.
Ada tugas khusus yang disampaikan Pak OSO ke Anda?
Ya. Artinya menata organanisasi menjadi layaknya sebuah partai politik yang punya harapan lebih progresif, positif ke depan. Itu memang menjadi tugas utama kami.
Sehingga momentum hari ini, Pilkada, kami punya 807 hitungan tiket kendaraan, ini harus kami maksimalkan, juga menjadi potensi untuk menempatkan orang-orang yang kami anggap pas, bisa bantu Hanura pada 2024. Ini kan kapital politik juga, selain anggota dewan (DPR) tapi kan ini eksekutif daerah. Kalau kami pas memasangnya, itu sebenarnya bagus.
Ada target khusus untuk daerah, misalnya berapa kursi di daerah ini, di daerah sana berapa?
Ini masih proses. Jadi nanti ada tim Pilkada pusat. Nanti kami akan koordinasi dengan tim Pilkada pusat, prosesnya seperti apa. Nanti dari sana akan tahu, mapping-nya (pemetaan), opportunity (peluang) seberapa, koalisinya berapa partai, itu kan kami harus tahu. Beberapa kader kami juga ada yang maju juga.
Ada strategi khusus untuk mendapatkan banyak kursi di daerah? Bisa dijelaskan?
Pasti ada strategi, tapi kan kami tidak bisa jelaskan. Jadi strategi pasti ada karena kami melihat Hanura di daerah itu masih cukup bagus. Jadi kami punya 807 kursi dengan kondisi istilahnya konflik saja.
Bayangkan itu, kemarin konfliknya, hampir setengah, kami harus bentuk dalam waktu dua minggu. Partai mana yang mampu menyusun struktur pengurusan dalam waktu dua minggu sebelum verifikasi faktual? Coba partai mana yang mampu? Saya yakin tidak sembarang partai yang mampu melakukan itu. Hanura mampu melewati itu.
Dengan hitungan waktu yang sangat mepet, kan pengurus terbelah. Jadi dengan pengurus terbelah ini, otomatis harus ganti ini, dalam waktu dua minggu kami tata semua, sampai verifikasi faktual turun, kan tantangan yang bukan main-main. Hanura sudah melewati itu dan ini pengalaman berharga.
Jadi kecepatan kami punya kualitas baguslah, tinggal nanti bagaimana menyiapkan sisi-sisi yang lainnya karena pengalaman kemarin kami ambil dan sekarang konsolidasi ada. Nah, konsolidasi daerah, kami harap satu tahun ini sudah selesai semua, platform perjuangan juga kami persiapkan.
Memang tantangan, apalagi ini, sahabat-sahabat di parlemen, maunya bertanding sedikit orang, sedikit partai, sehingga mengakali di undang-undang. Kompetisi yang sehat itu bukan mengakali di aturan, kompetisi yang sehat itu bagaimana meyakini rakyat dengan semudah mungkin aturan itu.
Berarti tidak setuju dengan parliamentery threshold dikurangi dari sekarang 4 persen?
Ya karena semakin banyak suara rakyat hilang. Kan ini yang berdaulat suara rakyat, bukan suara undang-undang.
Undang-undang itu mengatur bagaimana suara rakyat tidak hilang. Undang-undang itu mengatur suara rakyat teratur dengan baik, tersalurkan dengan pas. Tapi kalau kemudian, undang-undang mengatur bagaimana agar partai saya saja yang lolos, itu bukan kompetisi yang sehat. Soalnya, lama-lama beberapa orang mengatakan, kembali kita ke zaman dulu lagi, penyederhanaan partai, tiga saja dan ini kembali ke zaman Orde Baru.
Mau siapapun partai politiknya, begitu jadinya. Jadi mau tidak mau, akhirnya digerakkan oleh rakyat diminta semula lagi, kan lelah.
Makanya kalau mau fair, partai itu sudah besar dan kuat, harusnya dia berani dengan aturan yang lebih mudah, lebih egaliter.
Salah satu caranya menurunkan parliamentery threshold, begitu?
Bila perlu tidak menggunakan parliamentery threshold, fraksi threshold kita pakai. Kalau pakai fraksi threshold itu tidak ada suara rakyat yang hilang. Semua dapat terkonvensesi oleh kursi, kalau dia dapat kursi. Tapi kalau dia pakai parliamentery threshold, maka suara rakyat sudah dihilangkan di awal. Walaupun dia dapst kursi atau tidak, pokoknya hilang saja.
Sementara kebhinekaan kita, setiap daerah beda-beda. Jadi tidak bisa. Kalau dia gunakan parliamentery threshold, maka penduduk yang padat saja yang terwakili, kepentingannya.
Karena kalau penduduk yang berjauhan, ada partai di sana kuat, ya akhirnya tidak lolos karena mayoritas rakyat memilih figur itu. Akhirnya mereka dapat suaranya kecil karena di nasionalnya dia lolos, di penduduk padat dia jumlanya banyak, dia yang lolos, suara rakyat terkebiri
Makanya, menurut saya kalau memang kompetisi ingin fair, bukan parliamentery threshold yang diutak-atik, bukan dapilnya diutak-atik, tapi peraturan fraksinya, fraksi pemerintah dan nonpemerintah.
Kami akan diskusikan. Saya yakin partai yang punya semangat gotong royong, akan ditunjukkan di sini apakah hanya slogan atau tidak.
Balik ke posisi Sekjen, Anda sebagai putra daerah Bali, ada target membuat Pulau Dewata menjadi kuning (Hanura), yang sekarang dikenal merah (PDIP)?
Masih tetap merah. Bali ini unik. Anatomi politiknya tidak melihat figur, tapi dia hanya melihat warna dan ini sudah berlangsung sekian puluh tahun.
Tapi kami harapkan teman-teman yang merah berbagi jugalah karena bagaiamapun juga warga Bali harus senang juga karena pertama kali orang Bali dijadikan sekjen partai politik. Selama ini kan, kalau ada partai besar, tidak pernah kasih kepercayaan sama orang Bali di jabatan strategis. Tetap saja jabatan pelengkap yang dikasih.
Ini perlu menjadi pertimbangan masyarakat Bali juga dan saya akan menyerukan kerja sebagai layaknya orang yang mengorganisasi partai politik. Itu kami akan coba. Kalau ini kami tata, saya yakin (suara Hanura bertambah di Bali, red).
Hanura ini sangat cocok dengan nafas seluruh Indonesia. Konfigurasi pengurusan yang dipilih Pak OSO pun sangat variatif. Bendahara umumnya dari Aceh. Beliau (OSO) orang Minang berdarah Sulewasi dan tinggal di Kalimantan. Saya sendiri dari Bali. Jadi saya melihat ada semacam Nusantara yang kuat dan ini jadi modal kami.
Anda pernah di Demokrat, DPD dan sekarang di Hanura. Apa alasannya pindah ke Parpol lagi?
Jadi ada beberapa alasan. Saya waktu ke DPD kan jelas karena ketidaksamaan cara pandang berpolitik dengan pemegang partai saat itu, lebih baik saya mundur.
Ini banyak salah ditafsirkan. Banyak yang bilang saya dipecat di Demokrat, tidak. Saya tuh mengajukan surat pengunduran diri, mengembalikan KTA (kartu anggota) dengan baik-baik, keluar baik-baik, dan membangun komunikasi dengan baik sampai sekarang.
Memang sebelumnya saya mau dipecat, di PAW tapi tidak jadi. Kemudian saya merasa kalau saya maju lagi ke DPR waktu itu, atmosfer saat itu sudah kurang pas. Ya sudah saya maju perorangan saja, seberapa kuat si kapasitas saja, ya syukur lolos ke DPD.
Nah, ketika di DPD berulang kali, perdebatan di parlemen, saya pernah walk out, saya pernah debat dengan teman-teman DPR soal kewenangan DPD terkait legislasi. Jadi Undang-Undang MD3 ada berapa, kami debat terus. Saya berpikir DPD harus dikuatkan juga, sehingga saya memilih menguatkan DPD dengan membantu dia lewat parlemen.
Banyak mantan kader Demokrat pindah ke partai-partai lain. Kenapa Anda memilih Hanura?
Saya suka tantangan karena waktu itu Hanura paling bawah, tapi kalau waktu itu desainnya berjalan dengan mulus. Itu sebenarnya prospektif sekali. Kemarin kami yakin Hanura bisa partai tengah, hitungan jelas. Kami punya 16 incumbent, 40 anggota DPD berencana maju lewar Hanura, tambah beberapa kepala daerah mau maju lewat Hanura. Jadi sudah berjalan konsolidasi ini, tiba-tiba terjadi konflik jadi bubar semua, beberapa lolos juga
Konflik internal seperti kemarin kan bisa muncul lagi ke depan, bagaimana cara Anda sebagai sekjen Hanura untuk meredamnya?
Kayaknya tidak karena tahapan fase itu sudah lewat. Ibarat gelombang, itu sekarang sudah fase semakin tenang, kontraksi sudah tidak ada lagi. Kalau toh muncul lagi, ya paling dinamika. Partai harus ada dinamika, tapi terkontrol. Ya saya mengontrol dinamika itu agar tidak keluar atau melebar.
Jadi saya punya keyakinan tidak terjadi lagi konflik seperti kemarin. Yang penting dikomunikasikan dengan baik, diredam hal yang tidak penting. Kan ini masih panjang 2024. Kalau partai politik ada dinamika tinggipun, satu tahun mau pemilu, itu bisa disehatkan tengah-tengah dan bertanding itu sehat. Tapi kalau di tahapan pemilu ada konflik, nah itu susah.
Ada pesan untuk anak muda Bali yang terjun ke dunia politik?
Bagi yang di Bali harus percaya diri juga aktif di politik secara serius karena ruang politik di Nusantara ini terbuka untuk siapapun, dari agama manapun, suku apapun, provinsi manapun. Asal punya integritas, keseriusan dan selama punya itu, yakinlah akan berjalan dan di mana-mana akan diterima. Kalau daerah bangkit, pusat akan lebih ringan karena suara kan ada di daerah.