100 Hari Jokowi Maruf, Pengamat Nilai Pemerintahan Masih Stagnan: Progresnya Baru di Kemauan
Pengamat Politik dari Universitas Sebelas Maret Agus Riewanto menilai pemerintahan di bawah pimpinan Jokowi masih stagnan.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 hari ini tepat melalui 100 hari kerjanya.
Hal tersebut dihitung sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik para menteri pada 23 Oktober 2019 silam.
Pengamat Politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Agus Riewanto menilai pemerintahan di bawah pimpinan Jokowi masih stagnan.
"Kalau melihat kinerja pemerintahan Jokowi secara kesinambungan, menurut saya pemerintahan Jokowi stagnan," ujar Agus saat dihubungi Tribunnews melalui sambungan telepon, Kamis (30/1/2020).
Agus menilai kurang pas bila menilai pemerintahan Jokowi dalam hitungan 100 hari.
"Menurut saya itu mindset yang terlalu menyederhanakan masalah," ujarnya.
Sebab, periode ini adalah periode kedua Jokowi menjadi presiden.
“Pemerintahan Jokowi pemerintahan dua periode, melihatnya harus secara utuh, bukan parsial. Karena bukan pemerintahan baru," ungkapnya.
Sementara mengenai stagnan yang dimaksud, Agus mengungkapkan kebijakan yang dibuat Jokowi di awal periode kedua lebih banyak melanjutkan kebijakan di periode pertama.
"Kebijakan yang dibuat bukanlah sesuatu baru, namun hanya melanjutkan yang sebelumnya," ungkapnya.
Agus melihat tiga aspek untuk menilai pemerintahan Jokowi secara keseluruhan.
Aspek Kesiapan Struktur Pemerintahan
Agus menilai, progres pemerintahan Jokowi belum terlihat secara fakta.
"Progres yang saya lihat dalam pemerintahan Jokowi lebih pada kemauan dan cita-cita," ujarnya.
Agus mencontohkan adanya wacana pemindahan ibu kota negara dan omnibus law.
"Memindahkan ibu kota, itu juga baru cita-cita, ingin membuat omnibus law, penyederhanaan regulasi, masih cita-cita juga," ungkapnya.
Aspek Perilaku Aparatur Pemerintahan
Sementara itu, Agus menilai berdasar pribadi aparat pemerintahan, belum menunjukkan hal yang luar biasa.
"Saya melihat perilaku yang standar-standar saja," ujar Agus.
Menurutnya, belum ada aparat pemerintahan di jajaran Jokowi yang sangat berpengaruh.
"Tidak ada cermin aparatur yang berbeda, yang mempunyai perilaku luar biasa, yang bisa mempengaruhi opini publik," ungkap Agus.
Aspek Program Anti Korupsi
Sementara itu, dari aspek program anti korupsi, pemerintahan Jokowi justru mengalami kemunduran.
"Ya, mengalami kemunduran," ujarnya.
Agus menilai KPK cenderung dilemahkan.
"Ruang-ruang ketegasan pemberantasan korupsi dilihat dari aspek regulasi, harusnya KPK diperkuat, baik kapasitasnya, wewenangnya," ungkapnya.
Adanya RUU KPK menurut Agus justru tidak menguatkan KPK.
"Justru malah mengarah ke bagi-bagi kekuasaan," sebut Agus.
Apalagi, pimpinan KPK berasal dari Polri.
"Jokowi ingin mengendalikan KPK ke dalam eksekutif," ungkapnya.
Diketahui Jokowi melantik 34 menteri pada 23 Oktober 2019 lalu.
Sebanyak 16 dari 34 nama datang dari partai politik.
PDIP
- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly
- Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo
- Menteri Sosial Juliari Batubara
- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Gusti Ayu Bintang Darmavati
Golkar
- Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto
- Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita
- Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali
Nasdem
- Menteri Pertanian Yasin Limpo
- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar
- Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerald Plate
PKB
- Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah
- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar
- Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.
PPP
- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa
Gerindra
- Menteri Pertahanan Prabowo Subianto
- Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.