Pimpinan KPK Ikut Intervensi Pemanggilan Saksi Perpanjang Rantai Birokrasi Penyidikan
Menurut Fickar, pemanggilan saksi merupakan kewenangan penyidik, tentu dengan sepengetahuan Direktur Penyidikan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana ikut campur dalam proses pemeriksaan saksi di lembaga antirasuah ke depannya.
Rencana itu kemudian menuai kritik. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai langkah pimpinan KPK terlalu berlebihan.
"Justru dapat menghambat kerja penyidikan, karena memperpanjang rantai birokrasi yang harus ditempuh dalam penyidikan," kata Fickar kepada Tribunnews.com, Kamis (30/1/2020).
Menurut Fickar, pemanggilan saksi merupakan kewenangan penyidik, tentu dengan sepengetahuan Direktur Penyidikan.
Baca: ICW Ingatkan Pimpinan KPK Serius Dukung Kerja Penyidik Kasus Suap PAW Caleg PDIP
Ia menegaskan, penyidik lebih paham kebutuhan informasi dari pihak yang dianggap mengetahui sebuah peristiwa dibanding pimpinan KPK.
"Pimpinan bisa saja meminta penjelasan dirdik atau bahkan penyidik, dalam hal ada dugaan ketidakwajaran proses. Ini termasuk bagian dari pengawasan dan pengendalian," ujarnya.
"Namun, bukan berarti pimpinan menentukan siapa saja yang seharusnya dipanggil menjadi saksi," pungkas Fickar.
Baca: 100 Hari Jokowi Maruf, Pengamat Nilai Pemerintahan Masih Stagnan: Progresnya Baru di Kemauan
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri memandang saksi-saksi yang dipanggil penyidik lembaganya acap kali menerima sanksi sosial.
Ia mengatakan pimpinan bakal mengubah mekanisme atau sistem pemanggilan saksi yang selama ini telah berjalan di lembaga antirasuah.
Hal tersebut dikatakannya merespons banyak saksi yang dipanggil KPK namun tidak menjadi tersangka, atau minimal tidak berkaitan dengan perkara.
Baca: KPK Lakukan Pengejaran Terhadap Harun Masiku di Sulawesi dan Sumatera, Hasilnya?
"Setiap orang yang dipanggil KPK, belum diapa-apain, baru dipanggil aja, apalagi ditulis running text gitu, A dipanggil KPK, belum menjalani proses apa pun, dia sudah dapat sanksi hukum, sanksi sosial. A dipanggil KPK, anak-istri semuanya monitor," kata Firli saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/1/2020).
"Oleh wartawan ditulis kembali, A diperiksa KPK. Ditulis lagi A diperiksa KPK 14 jam. Apanya yang diperiksa 14 jam, tentu kita bertanya," sambungnya.
Firli menuturkan pemeriksaan saksi tidak perlu waktu lama. Atas dasar itu, ia akan bicara kepada setiap penyidik agar dapat melakukan pekerjaan tidak dengan waktu berlarut.
"Yang penting semua kita ingin minta keterangan bisa terungkap, bisa memenuhi apa yang disarankan tentang formil maupun materil tentang berita acara pemeriksaan (BAP)," pungkasnya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menuturkan ke depan pimpinan akan mengintervensi pemanggilan saksi terhadap suatu perkara. Menurut dia, penyidik tidak bisa bergerak sendiri dalam memintai keterangan seseorang.
Ia menjelaskan nantinya penyidik harus mengajukan ke pimpinan perihal nama saksi yang hendak diperiksa, keterkaitannya dengan perkara hingga susunan daftar pertanyaan.
"Kita tidak mau ada praktik pemanggilan saksi yang hanya didasarkan dari pertimbangan penyidik, tapi pimpinan harus mengetahui dalam kapasitas apa seorang saksi dipanggil," katanya.
Nawawi mengkritik pemeriksaan berlarut-larut terhadap setiap saksi selama ini. Menurut dia sebagai mantan hakim, paling lama proses memperoleh berita acara pemeriksaan (BAP) berkisar 6-7 jam.
"Seseorang dipanggil saksi, ahli, sebagai tersangka ke KPK, kami harap kami sudah memiliki daftar pertanyaan yang telah disiapkan ke mereka," pungkas dia.
"Jadi, begitu mereka datang, cukup dipaparkan pertanyaan yang sudah kami siapkan, untuk kepentingan apa mereka dipanggil, dengan begitu kami bisa mengirit waktu pemeriksaan," sambungnya.
Ia pun juga menyoroti banyaknya saksi yang dipanggil dalam penanganan suatu perkara hingga 80 saksi. Menurut dia, BAP saksi yang dibutuhkan dalam persidangan tidak semua keterangan saksi diberikan.
"Kami juga sudah meminta kepada pimpinan agar pemanggilan saksi terhadap perkara agar jangan terlalu banyak-banyak. Ada sebuah perkara sampai 80-100 saksi. Di sidang kita dengar itu paling 20 orang sudah cukup. Berkas jadi tebal," tandasnya.