Dulu Jadi Kebanggan, Kondisi Rumah Cendana Setelah Soeharto Meninggal, Sepi dan Terbengkelai
Rumah Cendana yang dulu menjadi kebanggan saat mendiang Soeharto masih hidup kini terlihat sepi dan terbengkalai.
Editor: Sugiyarto
Dua pohon Beringin nan rindang yang menjadi saksi bisu perjalanan hidup sang pemilik rumah masih berdiri kokoh di taman kecil depan rumah.
Sementara itu, bagian atap rumah berbahan genteng. Namun, warna oranye bagian atap sang jenderal terlihat kusam dan berlumut.
Tak banyak detail yang bisa dilihat dari depan rumah. Hanya ada kandang burung bercat putih selebar sekitar 1 meter berdiri di sudut kanan depan rumah.
Cat putih yang menempel di rangka kandang itu pun terlihat memudar.
Melongok ke bagian atap rumah bagian belakang terdapat bangunan dengan dua lantai dengan arsitek bangunan dan warna dinding yang sama.
Jalur mobil selebar 3 meter terhampar mulai pos jaga hingga depan lobi utama rumah. Dua daun pintu berbahan kayu cokelat muda dengan posisi terbuka di depan lobi rumah seolah siap menyambut para tamu.
Namun, sore itu tak ada seorang tamu yang datang ke dalam rumah tersebut.
Gelap, sepi nan tenang. Begitulah kesan pertama muncul saat kaki menginjak halaman rumah tersebut.
Kini, rumah Cendana yang pernah menjadi pusat pengambil kebijakan semasa Soeharto berkuasa itu tak berpenghuni pasca-Soeharto wafat pada 27 Januari 2008.
Tak seorang dari enam anak mendiang Soeharto yang menghuni rumah bersejarah itu.
Perjuangan Presiden Soeharto untuk Bertahan Hidup Pernah Jadi Tukang Selokan
Soeharto yang sangat mengagumi pakliknya, Prawirohardjo, paling jago menanam bawang bombai dan bawang putih.
Setelah lulus SD, Soeharto meneruskan ke Schakel School, sebuah sekolah menengah pertama di Wonogiri.
Karena jaraknya jauh dari rumah buliknya, dia pun harus pindah.