Diperiksa KPK, Bos Harley Davidson Akui Tak Berikan Apapun ke Bekas Bos Garuda Indonesia
Diperiksa selama hampir 3 jam, Djonnie yang ke luar dari markas KPK pukul 13.38 WIB mengaku tak memberikan apapun ke Hadinoto.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Mabua Harley-Davidson Djonnie Rahmat rampung diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Pada Selasa (4/2/2020) ini, Djonnie diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno.
Diperiksa selama hampir 3 jam, Djonnie yang ke luar dari markas KPK pukul 13.38 WIB mengaku tak memberikan apapun ke Hadinoto.
"Sama sekali enggak ada. Cuma kebetulan aja saya dipanggil. Enggak ada apa-apa kok. Makasih," ucap Djonnie sembari berjalan di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Baca: KPK Akan Tindak Tegas Nurhadi, Pengamat Ingatkan Konsekuensi Hukum
Djonnie juga mengklaim tak memberi uang atau sepeda motor Harley Davidson ke pejabat Garuda lainnya. Termasuk ke Emirsyah Satar, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia.
"Enggak ada sama sekali," tutur Djonnie.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK telah mengidentifikasi total suap yang mengalir kepada para tersangka maupun sejumlah pihak mencapai sekira Rp100 miliar.
Dalam perkara ini Hadinoto diduga menerima suap dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo senilai 2,3 juta dolar AS dan 477.000 Euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. Sejauh ini Hadinoto belum ditahan KPK.
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar diduga menerima suap 1,2 juta Euro dan 180.000 dolar AS atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur asal Inggris, Rolls-Royce.
Suap tersebut berkaitan dengan pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS selama periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia. Uang tersebut diduga diterima dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi sekaligus beneficial owner Connaught International Pte Soetikno Soedarjo, selaku perantara suap.
KPK juga mengidentifikasi dugaan suap lainnya terkait pembelian pesawat Airbus, Avions de Transport Regional (ATR) dan pesawat Bombardier.
Baca: Staf Menkumham Jawab Tudingan Pembentukan Dewan Pengawas Melemahkan Pemberantasan Korupsi
KPK sebelumnya menemukan fakta yang signifikan bahwa aliran dana yang diberikan tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, melainkan juga dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar, yang juga tersangka dalam kasus ini, saat menjabat direktur utama Garuda melakukan beberapa kontrak pembelian bernilai miliaran dolar AS dengan empat pabrikan pesawat, Kontrak pembelian berlangsung pada kurun 2008 hingga 2013.
Kontrak dimaksud yakni pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan Rolls-Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, dan kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR).
Baca: Garuda Indonesia Tunda Rute Penerbangan dari dan Menuju Tiongkok Mulai 5 Februari
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.