Cerita Mahasiswa Indonesia yang Masih Bertahan di China: Orangtua Sudah Minta Saya untuk Pulang
Sementara Fadly mahasiswa asal Indoensia menanggapinya dengan tenang, santai, tidak ada rasa khawatir terhadap wabah virus corona.
Penulis: Arif Fajar Nasucha
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Akibat terus berkembangnya kasus corona, beberapa waktu lalu pemerintah telah menjemput 238 WNI dari Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Rencananya mereka akan diobservasi selama 14 hari di Natuna, Kepulauan Riau.
Meski demikian, saat ini masih ada sejumlah WNI yang tinggal di provinsi lain China.
Satu di antaranya yakni Muhammad Fadly, pelajar Indonesia yang saat ini masih tinggal di Provinsi Guangxi, China.
Dalam acara Mata Najwa, Rabu (5/2/2020), Fadly menceritakan aktivitas di Guangxi masih lancar, meski sedikit lenggang.
"Aktivitas (Guangxi) masih lancar, sedikit lengang, tidak seperti biasanya."
"Banyak toko-toko tutup dan kendaraan tidak beroperasi," jelasnya.
Jarak Provinsi Guangxi dengan Hunbei, pusat penyebaran virus 2019-nCov sekira 1400 kilometer melalui daratan.
Fadly mengatakan bahwa 29 orang yang tinggal di Provinsi Guangxi teriveksi virus corona.
Baca: Para Pemimpin Dunia Dukung Upaya China Perangi Virus Corona, Presiden Pakistan hingga Italia
Sementara, WNI yang tinggal di provinsi tersebut total ada 47 orang, semuanya mahasiswa.
Fadly saat ini telah merencanakan keinginannya untuk pulang.
"Orangtua sudah meminta saya untuk pulang, katanya di China sudah berbahaya," katanya.
Sementara, Fadly mengungkapkan bahwa dirinya menanggapinya dengan tenang, santai, tidak ada rasa khawatir.
"Saya tenang, santai tapi tetap ikuti anjuran KBRI," Katanya.
Fadly menjelaskan jika KBRI menganjurkannya untuk mengurangi interaksi luar ruangan.
Ia sebenarnya merasa aman, hanya saja karena permintaan orangtua, sehingga mahasiswa Elektonika itu berencana untuk pulang.
Meski saat ini penerbangan Indonesia dari dan ke China sudah ditutup, Fadly berencana pulang ke Indonesia dengan penerbangan transit.
Ia berencana mengambil penerbangan transit Malaysia.
"Itu penerbangan langsung, setahu saya yang trasit belum ditutup."
"Saya sudah beli tiket, rencana transit Malaysia," ungkapnya.
Sementara untuk kuliahnya, Fadly mengaku telah mendapatkan dispensasi dari pihak universitas.
"Belum ada info kapan masuk kuliah lagi," katanya.
Universitas meminta Fadly untuk menunggu hingga kasus virus ini selesai, baru bisa masuk kuliah lagi.
Sementara Ahli Epidemiologi/Virus Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif menanggapi bahwa sebenarnya tidak perlu pulang.
"Saya kira tidak perlu pulang, yang penting mengikuti proses di sana (China)."
"Mereka yang berada di sana ini (China) maupun di Natuna kita menyebutnya sebagai social contact," jelasnya.
Syahrizal menjelaskan bahwa social contact yaitu orang-orang yang berasal dari negara dengan memiliki kasus konfirmasi virus ini.
Menurutnya, hal yang perlu diperhatikan saat ini adalah cara agar tidak muncul kasus baru.
Hal itu bisa dilakukan dengan cara dengan orang yang sakit harus berada di rumah sakit atau ruang isolasi, jadi orang yang sehat jangan sampai bertemu.
Syahrizal menganjurkan untuk tidak pulang.
"Saya anjurkan tetap di sana, yang penting KBRI memperhatikan logistiknya," ungkapnya.
Sementara orang tua Orang Tua dari Aprilia Mahardini/WNI Observasi, Tri Suto mengungkapkan jika orang tua khawatir itu wajar.
"Pertama kali merebak virus corona, orang tua hanya berfikir pulang-pulang pokoknya anak saya pulang," jelasnya.
Terlebih setelah mendengar kabar per 23 Januari kota Wuhan sudah di tutup.
Ia mengungkapkan jika setiap malam tidak bisa tidur karena selalu kepikiran.
"Keperluan belanja, kuliah, atau keperluan lain anak saya bagaimana," jelasnya.
(Tribunnews.com/Fajar)